WARTABUANA – Dewasa ini, pemerintah terus mendorong pertumbuhan perekonomian masyarakat di tingkat Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) melalui optimalisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Salah satunya dengan menyepakati plafon penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) pada tahun 2019 sebesar Rp140 triliun. Sebesar 60 persen dari plafon tersebut akan disalurkan ke berbagai sektor produksi.
Hal ini terungkap dalam diskusi media Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) bertajuk Terobosan Baru KUR yang diinisiasi Ditjen IKP Kemenkominfo dan Kemenko Perekonomian, di Gotel Harris Vertu, Harmoni, Jakarta, Kamis (4/4/2019).
Deputi Bidang Koordinasi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian, Iskandar Simorangkir mengatakan, pihaknya memiliki sejumlah strategi dan terobosan untuk mengejar target tersebut. Salah satu terobosan terbaru adalah KUR Pariwisata.
Baginya, KUR Pariwisata bukan sekadar mengejar target penyaluran KUR di sektor produksi, namun juga memaksimalkan penerimaan devisa negara dari sektor pariwisata. Ini sangat penting bagi perputaran roda perekonomian dan sumber pembiayaan perekonomian.
“Karena pariwisata sumber pendapatan devisa terbesar kedua kita, ya kami dorong untuk KUR pariwisata. KUR-nya prinsipnya sama suku bunganya 7% untuk pengembangan pariwisata untuk daerah-daerah wisata utama,” tambah Iskandar.
Misalnya, masih menurut Iskandar, pengadaan suvenir sebagai salah satu sektor produksi bisa mendatangkan devisa negara. “Ada sumber pendapatan devisa baru buat negara. Uang itu bisa diinvestasikan sehingga bisa berputar untuk sumber pembiayaan roda perekonomian kita. Karena itu kami masukkan sektor produksi untuk KUR pariwisata,” katanya.
Oleh sebab itu, pemerintah tidak membatasi berapa besar plafon yang ditarget. Lembaga keuangan penyalur KUR dipersilakan menyalurkan KUR Pariwisata selama dia masih memiliki ruang dan potensi.
“Kami nggak punya target, jadi sebanyak-banyaknya juga boleh sepanjang potensi itu ada. Kalau kami tetapkan plafon, kan sayang juga kalau masih ada space. Padahal, kan dia masih bisa ngasih KUR lagi di pariwisata. Makanya, kami fleksibel di Rp140 triliun. Yang penting 60 persennya di sektor produksi,” jelas Iskandar yang optimis sektor pariwisata nantinya bisa menyalip sawit dalam penerimaan devisa.[]