JAKARTA, WB – Anggota Komisi VIII DPR RI Ledia Hanifa meminta pemerintah memerbaiki kesemrawutan data kemiskinan. Sebab, validasi data tersebut dibutuhkan untuk menangani persoalan kemiskinan yang selama ini tidak tepat sasaran.
“Ketika melakukan kunjungan kerja saya banyak menerima curhat baik dari warga maupun ketua RT, RW dan Lurah. Dalam kunker Agustus lalu saja di sekitar 40 wilayah kunker saya dapati curhat ini. Rata-rata mengeluhkan penerimaan bantuan yang tidak tepat sasaran,” jelas Ledia di Jakarta, Jumat (2/9).
Beberapa curhatan yang dicatat Ledia adalah mengenai banyaknya warga miskin yang seharusnya mendapatkan berbagai program bantuan tetapi malah tidak dapat. Berbagai program bantuan, misalnya, PKH (Program Keluarga Harapan), KUBe (Kelompok Usaha Bersama), BSM (Bantuan Siswa Miskin), bahkan PBI JK (Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan).
Di sisi lain, banyak warga tidak miskin, warga yang sudah pindah, bahkan warga yang sudah meninggal dunia justru terdata sebagai penerima program bantuan.
“Warga yang sudah meninggal dunia dapat kartu KIS (Kartu Indonesia Sehat), ada pula anak SMA yang dapat kartu KIP (Kartu Indonesia Pintar) SD dan warga yang sudah menikah dapat kartu KIP, yang akibatnya terjadi keresahan dan komplain warga baik ke ketua RT, RW atau Lurah,” jelas Legislator PKS dari Daerah Pemilihan Jawa Barat I ini.
Oleh karena itu, Ledia menilai kesemrawutan data tersebut terjadi salah satunya bermula dari proses validasi dan verifikasi data yang tidak terkelola dengan baik. Bahkan, Ledia juga menilai bahwa data kemiskinan saat ini masih didasarkan pada basis data tahun 2011, yang artinya, sudah terjadi perubahan di tengah masyarakat.
Padahal, Undang-Undang Penanganan Fakir Miskin no 13 tahun 2011 mengamanatkan bahwa validasi data harus dilaksanakan setiap 2 tahun yang hingga kini hal tersebut belum terlaksana dengan baik.
“Kita ingat bagaimana upaya validasi data tahun 2015 sempat dikejar di Bulan Oktober untuk terselesaikan pada Desember. Padahal, hal itu mencakup puluhan juta sasaran validasi dan verifikasi secara nasional, akhirnya tidak tercapai sehingga ujung-ujungnya data kemiskinan masih mengacu pada data 2011,” jelas Ketua Bidang Pekerja, Petani, dan Nelayan DPP PKS ini.
Karena itu, Ledia mengingatkan pemerintah agar rencana validasi dan verifikasi pada 2017 mendatang, tidak mengulang kesemrawutan serupa. Termasuk, laporan yang menyatakan bahwa dari 1,7 juta data yang sudah terhapus dari masterfile PBI JK ternyata baru terganti sekitar 850 ribuan nama.
“Pada 2017 akan ada lagi verifikasi dan validasi data maka Kepala desa, ketua RT, RW, Lurah harus menjadi mitra untuk perubahan data penduduk miskin ini sehingga ke depan tidak ada lagi penerima bantuan yang tidak tepat sasaran,” tutup Ledia.[]