WARTABUANA.COM, BOGOR – Memenuhi rasa keadilan dan meminimalisir adanya penguasaan lahan oleh sekecil kelompok orang berduit yang memiliki kedekatan dengan penguasa, sekelompok aktifis mendeklarasikan Omnibus Law Watch.
Bertempat disebuah rumah makan diwilayah Babakan Madang Rabu (14/4/2021) malam, bersepakat memperjuangkan tanah terlantar guna diberikan bagi masyarakat, demi kesejahteraan generasi mereka sebagai prnggarap.
Iskandar Sitorus, deklarator Omnibus Law Watch mengatakan, lahirnya wadah ini, guna
mempersiapkan teknis penyatuan atas kehadiran Bank Tanah (Land Banking) terhadap rasa keadilan pemerolehan tanah.
Pengusaha dibidang pertambangan ini menuturkan, awalnya konsep land banking (Bank Tanah) di negara Barat tahun 1900an yang diawali di Amsterdam.
Wadah ini hadir, sebagai salah satu solusi untuk memperoleh tanah sekaligus untuk meredam gejolak tanah di perkotaan sehingga layak untuk dibangun perumahan masyarakat berpenghasilan rendah atau pembangunan.
Masih kata Iskandar, pola itu kemudian diadopsi oleh negara lain di eropa hingga beberapa kota di Amerika dan Asia seperti Singapura, China dan Hongkong.
“Sejumlah negara adopsi hal ini, untuk proses pembelian tanah dan properti guna keperluan di masa mendatang di mana setiap individu, kelompok atau perusahaan membeli tanah dengan harga riil untuk selanjutnya mengembangkan tanah tersebut guna keperluan tertentu sehingga memiliki nilai tambah dan pada akhirnya nilai ekonomis tanah akan meningkat,”kata Iskandar.
Pemerhati kesehatan ini mengaku, mekanisme Land Banking diperuntukan untuk penyedian tanah guna keperluan
publik dan kesejahteraan masyarakat.
“Maka itu dibutuhkan campur tangan pemerintah. Land Banking bisa juga diartikan bagi komunitas masyarakat, bukan lembaga keuangan. Land Banking diperuntukan guna kepentingan mensejahterakan masyarakat,
khususnya kebutuhan rumah. Maka sudah seharusnya pemerintah yang melaksanakan,” ujarnya.
“Intinya Land Banking adalah penyediaan tanah untuk kemudian disimpan dan dicadangkan guna pembangunan di masa yang akan datang,”tegas Iskandar.
Ia menjelaskan, penerapan konsep Land Banking di Indonesi dilaksanakan oleh pihak swasta maupun pemerintah.
Namun, berbeda dengan pihak swasta yang berorientasi keuntungan, bagi pemerintah yang membangun pada lahan cadangan yang dimilikinya masih tetap membawa misi membangun perumahan bagi golongan miskin.
“Lalu akan bagaimana dengan Bank Tanah yang dicita-citakan UU nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja?. Kami berharap, bagaimanapun nantinya, aturan teknis diterapkan oleh pemerintah, maka seyogyanya tidak akan semudarat kondisi pertanahan saat ini lagi yang akan terjadi. Kami ingin memastikan hal tersebut,”paparnya.
Robinton Sitorus, anggota DPRD Kabupaten Bogor yang hadir dalam deklarasi Omnibus Law Watch menegaskan, dengan lahirnya Perkumpulan OmnibusLaw Watch, sebagai bukti hadirnya peran serta masyarakat terhadap model undang-undang baru yakni metode pembuatan regulasi yang menggabungkan beberapa substansi pengaturan yang berbeda menjadi satu peraturan dalam satu payung hukum.
Hal ini diharapkan menjadi jembatan, agar masyarakat tidak hanya menjadi penonton.
Apalagi karena OmnibusLaw Watch menurut anggota Komisi IV ini, tidak semata lahir untuk Undang-undang Cipta Kerja, namun terhadap semua model penggabungan regulasi ke depan.
“Inisiasi berdirinya OmnibusLaw Watch ini kami sadari adalah sebagai sesuatu titik kecil untuk bisa mengiringi perkembangan ke depan,”tegas wakil rakyat asal PDI Perjuangan ini.
Robinton menguraikan, UU Cipta Kerja memiliki sepuluh ruang lingkup yakni,
peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha, ketenagakerjaan, kemudahan, perlindungan, serta pemberdayaan Koperasi dan UMKM, kemudahan berusaha, dukungan riset dan inovasi, pengadaan tanah, kawasan ekonomi, investasi Pemerintah Pusat dan percepatan proyek strategis nasional, pelaksanaan administrasi pemerintahan dan pengenaan sanksi.
“Tahap awal OmnibusLaw Watch mencoba memulainya dari lingkup pengadaan tanah dan kawasan ekonomi. Menurut saya, lingkup-lingkup ini sangat erat terkait terhadap masyarakat,”ujarnya.
Bagi Robinton, kinerja utama OmnibusLaw Watch, mencoba membantu pemerintah, guna mewujudkan tata kelola Bank Tanah, agar bermanfaat secara langsung bagi negara dan rakyat Indonesia, harus didukung.
Bagi wakil rakyat dari daerah pemilihan (Dapil) 1 ini, pemerintah harus dibantu masyarakat, agar ke depan, tidak terjadi perulangan ketidak-adilan pemerolehan atas tanah bagi rakyat dalam bentuk-bentuk yang berbeda.
Berdasarkan data yang didapat, terdapat sepuluh inisiator lahirnya OmnibusLaw Watch ini. Mereka adalah, Iskandar Sitorus, Bimo Wijatmoko, Junisab Akbar, Ucup Wahyudin, Arman Suleman, Moch Gunawan Abdillah, Bivi Edward Panggabean, Ade Mulyana, Yapi Melianton Doroh dan Julia Rezeki
Gunawan Abdillah, salah satu inisiator, duduk sebagai Direktur Eksekutif. Ia dibantu oleh tiga orang tim pemikir.
Sementara duduk sebagai tim apresiator yakni, Irwan Ardi Hasman, Komisi II DPRRI dan Robinton Sitorus, Komisi IV bidang Kesra dan Pendidikan DPRD Kabupaten Bogor. (#)