WARTABUANA – China mempersilakan warga asing dari semua lapisan masyarakat untuk berkunjung dan melihat situasi Xinjiang, kata seorang juru bicara dari Kementerian Luar Negeri China pada Jumat (26/2).
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin menyampaikan pernyataan tersebut dalam sebuah konferensi pers saat menanggapi pertanyaan terkait undangan untuk berkunjung ke Xinjiang yang disampaikan China kepada perwakilan Uni Eropa (UE) dan negara-negara anggotanya.
“Dalam beberapa tahun terakhir, lebih dari 1.200 diplomat, jurnalis, dan tokoh keagamaan dari 100 lebih negara telah mengunjungi Xinjiang,” ujar Wang, yang menambahkan bahwa melalui kunjungan lapangan, mereka mengetahui situasi sebenarnya di Xinjiang dan berpendapat bahwa apa yang mereka lihat di Xinjiang benar-benar berbeda dari laporan sejumlah media Barat.
Pintu Xinjiang terbuka lebar, dan undangan serta kesungguhan China tidak berubah. Namun demikian, misi kunjungan seharusnya tidak dijadikan sebagai “misi penyelidikan” yang didasarkan pada dugaan adanya kesalahan.
China mempersilakan para diplomat dari UE dan negara-negara anggotanya untuk berkunjung ke Xinjiang dan telah mengirimkan sejumlah undangan, kata Wang. Dia menambahkan bahwa China mencoba melakukan upaya terbaik untuk memfasilitasi mereka dengan baik dan sesuai permintaan serta telah menunjukkan kesungguhan maupun fleksibilitas terbesarnya.
Namun sayangnya, pihak Eropa selalu menunda kunjungan mereka dan mengajukan permintaan yang tidak masuk akal, termasuk permintaan untuk bertemu dengan narapidana yang dipenjara karena terlibat dalam kegiatan separatis, kata Wang.
“Ini membuat orang-orang merasa bahwa selama China tidak menuruti permintaan pihak Eropa, mereka tidak tertarik untuk berkunjung ke Xinjiang,” lanjutnya.
“Hal ini jelas merupakan tindakan provokatif yang mengabaikan undang-undang China dan mengusik kedaulatan yudisial China,” paparnya.
Pintu Xinjiang terbuka lebar, dan undangan serta kesungguhan China tidak berubah. Namun demikian, misi kunjungan seharusnya tidak dijadikan sebagai “misi penyelidikan” yang didasarkan pada dugaan adanya kesalahan, sebut Wang. [Xinhua]