JAKARTA, WB – Membendung penyebaran paham radikalisme di tengah masyarakat bukan tugas aparat keamanan semata, seluruh warga bangsa harus terlibat aktif menangkal paham yang mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini.
Seperti deklarasi yang dilakukan Kodim 1309/Manado bersama 11 camat dan 87 lurah di Kota Manado, Sulawesi Utara, menolak diskriminasi SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan) serta radikalisme pada Kamis (25/5/2017).
Menurut Dandim 1309/Manado Letkol Arm. Toar Pijoh dekalrasi pernyataan sikap itu dilakukan dalam kegiatan komunikasi sosial dan sosialisasi empat pilar dengan aparat pemerintah triwulan kedua 2017 di Manado.
”Banyak fenomena yang terjadi belakangan ini, dari isu referendum hingga Minahasa merdeka, dan itu merupakan hal yang tidak baik,” kata Pijoh.
Dia mengatakan hal tersebut harus ditangkal karena NKRI adalah harga mati bagi semua rakyat Indonesia dan bukan hanya slogan. Karena itu, Pijoh mengajak seluruh camat dan lurah di Manado untuk saling mengingatkan masyarakat mengenai NKRI. Juga, tidak memberikan toleransi pada kegiatan yang merongrong persatuan dan kesatuan.
Penyebaran paham radikalisme sangat mudah menyebar melalui media sosial sehingga penetarsinya sulit dibendung. unyua . Pijoh meminta lurah dan camat tidak menganggap remeh isu SARA, radikalisme, dan narkoba yang sering diembuskan pihak tidak bertanggung jawab untuk memecah belah persatuan.
Lurah merupakan garda terdepan untuk menangkal berbagai isu SARA dan radikalisme yang mulai marak disebarkan melalui komunikasi sosial. Lurah berperan dalam mengamankan wilayah masing-masing.
Paham radikalisme juga sudah menyusup di dunia pendidikan, mulai tingkat dasar sampai perguruantinggi. Sebagai upaya pencegahan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir mengancam menjatuhkan sanksi bagi dosen dan mahasiswa yang terlibat gerakan radikalisme dan terorisme.
Sedangkan kalangan rektor, menurut Menteri Nasir, telah bebas dari paham radikalisme dan terorisme. “Rektor sudah dibersihkan,” katanya di Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, Rabu (24/5 2017).
Menurut Nasir, lembaga yang dipimpinnya tengah menyiapkan regulasi untuk mencegah paham radikalisme dan terorisme masuk kampus. Tujuannya jangan sampai paham itu menular pada para mahasiswa. “Kami siapkan perangkat, termasuk sanksi,” katanya.
Nasir juga telah berkoordinasi dengan Menteri Koordinator Hukum dan Hak Asasi Manusia Wiranto. Namun sejauh ini, kata dia, belum ada temuan dosen dan mahasiswa yang terlibat terorisme dan radikalisme.
Upaya lain menangkal paham radikal masuk kampus ialah dengan deklarasi bersama perguruan tinggi seluruh Indonesia, Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) dan Koordinator Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis). “Ada pengarahan,” ujarnya.
Nantinya, pemerintaha akan mewajibkan seluruh perguruan tinggi membekali mahasiswa dengan kegiatan bela negara dan wawasan kebangsaan. Metode dan caranya disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing.
Saat melakukan kunjungan kerja di Ambon, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise meminta semua pihak untuk melindungi anak-anak dari pengaruh radikalisme. “Ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja tapi semua sektor,” ujarnya, Rabu (24/5/2017).
Saat ini menurut Yohana sudah banyak masuk isu radikal melalui media sosial. Kita lihat anak-anak cepat sekali terpengaruh dengan isu-isu radikal. Saya pikir ini adalah pengaruh political scenario yang menyebabkan anak-anak yang sebenarnya tidak paham politik, radikalisme dan hal-hal seperti itu jadi terlibat.
Karena itu ia mengimbau kepada semua orangtua agar meningkatkan pengawasan kepada anak-anaknya dalam menggunakan media sosial. “Dijaga tidak boleh dibiarkan, karena mereka tugasnya adalah bersekolah, bermain dan berkresi. Pengawasan itu harusnya dilakukan oleh orang dewasa,” tandasnya. []