JAKARTA, WB – Wakil Ketua KPK, Busryo Muqaddas menganggap, disahkannya Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) yang baru justru akan memperlemah KPK dan lembaga hukum yang lain untuk melakukan pemberantasan korupsi. Pasalnya ada beberapa poin yang masih patut dipertanyakan.
Terutama kata Busryo, mengenai poin yang mengatur pemeriksaan anggota DPR harus melalui izin terlebih dahulu kepada Mahkamah Kehormatan Dewan. Padahal, menurutnya penanganan proses hukum harus bersifat cepat, tepat, sederhana dan ringan. Jika tidak dikhawatirkan yang bersangkutan akan menghilangkan barang bukti.
“Dalam proses penegakkan hukum itu membutuhkan waktu cepat, kalau tidak maka barang bukti bisa dihilangkan,” ujar Busryo, di Jakarta, Jumat (11/7/2014).
Dalam pasal 245 ayat 3 UU MD3, disebutkan Kejaksaan, Kepolisian, atau pun KPK, boleh tidak meminta izin kepada Mahkamah Kehormatan Dewan, apabila ada operasi tangkap tangan, disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau tindak pidana kejahatan terhadap kemanusiaan dan keamanan negara berdasarkan bukti permulaan yang cukup, dan disangka melakukan tindak pidana khusus.
Kemudian, kata Busryo, pihaknya juga mempertanyakan kenapa apabila dalam waktu 30 hari sejak permohonan diajukan tak juga keluar surat izin tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan, maka pemanggilan keterangan untuk penyidikan baru bisa dilakukan.
“Dan mahkamah DPR diberi waktu 30 hari. Pertanyaannya, untuk apa harus melalui perpanjangan birokrasi seperti itu? Manfaatnya apa?” tanyanya.
Busryo berharap, para elit di DPR masih mau revisi kembali UU MD3. Tujuanya untuk memberikan kemudahan bagi penegak hukum seperti KPK dalam menjalankan tugasnya melakukan pemberantasan korupsi. KPK juga siap mendampingi DPR untuk membuat formulasi baru mengenai sistem anti korupsi.
“Sistem menjadi penting untuk mengatasi dan melawan korupsi karena kami temukan korupsi semakin sistemik, struktural, dan menumbuhkan aktor-aktor baru,” tandasnya.[]