JAKARTA, WB – Direktur Lingkar Madani (LIMA) Ray Rangkuti mengatakan petisi dukungan untuk Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Inspektur Jenderal Polisi Budi Waseso (Buwas) dinilai inkonsisten sekaligus lucu. Ini terlihat dari pernyataan Budi yang mengarah pada suksesnya menangani sembilan kasus korupsi besar yang merugikan negara triliunan rupiah.
“Apa yang disebut sukses itu merujuk terhadap beberapa kasus yang ditangani oleh kabareskrim. Beberapa di antaranya sudah ditetapkan tersangkanya. Tapi pada kasus yang lain, belum dinyatakan siapa tersangka,” ujarnya kepada Wartabuana.com, Jakarta, Minggu (26/7/2015).
“Bahkan sebagiannya masih bersipat akan diselidiki. Di atas itu semua, belum ada satupun kasus tersebut yang sampai ke kejaksaan apalagi sampai di meja pengadilan dan dinyatakan menang. Jadi di mana ukuran suksesnya,” ujarnya heran.
Selain itu, sambung dia kejanggalannya belum satupun kasus itu menang di pengadilan, Buwas malah minta tambahan dana negara untuk melanjutkan penyelidikan sembilan kasus korupsi tersebut.
“Miris mendengarnya. Sebab, selain minta tambahan dana penyelidikan, sebelumnya Buwas juga sudah meminta dana renovasi gedung kabareskrim. Pada saat yang sama, polri juga minta dana pengamanan pilkada srentak mencapai lebih dari 1 triliun rupiah. Polri, khususnya kabareskrim, seperti tidak melihat kondisi ekonomi Indonesia yg sedang murung dan apa yg jd prioritas kerja kepolisian,” kata dia.
“Kasus yang dimaksud muncul di tengah jalan, di luar perencanaan kepolisian dan lalu minta tambah dana. Pd hal, terdapat setidaknya 7000 kasus di polda DKI yang masih tertunggak, belum sempat ditangani bareskrim krn umumnya minimnya dana penyidikannnya. Ini masih di Polda DKI, lalu bagaimana di polda-polda lainnya,” sambung dia.
Menurut Ray apa yang disebut Buwas tengah menyelidiki kasus besar. Mungkin merujuk pada klaim sembilan kasus yang tengah ditanganinya. Tentu hal ini sudah tepat. Dalam peraturan Kabareskrim No 1/2011 dinyatakan bahwa Bareskrim memang hanya menangani kasus-kasus besar seperti korupsi. “Masalahnya, mengapa soal pencemaran nama baik juga harus melibatkan Kabareskrim,” tanya dia.
Lebih jauh dia mengatakan disebut karena Buwas sedang melaksnakan tugas negara sebagai aparat penegak hukum. Karena itu, aneh mencopot Buwas karena melaksanakan tugasnya. Argumen ini sebaiknya berlaku juga bagi dua komisioner KY.
“Bukankah mereka memberi pernyataan kepada publik soal putusan Sarpin bagian dari tugas negaranya yang wajib transparan dan melayani masyarakat. Jadi mengapa mereka bisa jadi tersangka pencemaran nama baik karena melaksanakan tugasnya,” tutur dia.
Ray menyebut tak ada alasan bersifat kesalahan etik dan jabatan yang memungkinkan Buwas dicopot. Argumen ini seperti semut di seberang lautan nampak, gajah di pelupuk mata tiada kelihatan.
“Jika argumen ini dipakai, maka layak kita bertanya, kiranya apa dasar pencopotan Kabareskrim sebelumnya Suhardi Alius yang dari jabatannya, lalu presiden menunjuk Buwas sebagai penggantinya. Padahal, di mata kebanyakan masyarakat, Suhardi Alius dianggap cukup sukses memimpin kabareskim,” ungkapnya.
Sebaiknya lanjut dia jika ditemukan kesalahan Buwas dilaporkan ke propam, atau itwarsum atau di luar ada kompolnas, Faktanya, belum sempat dilaporkan, Kapolri sudah terlebih dahulu menyatakan bahwa Buwas tak salah dan karena itu tak dicopot.
“Lalu jika Kapolri sudah membuat pernyataan seperti itu, apa lagi yang mau dilaporkan? Ke kompolnas hampir serupa, bagaimana melaporkan tindakan-tindakan Buwas di saat di mana salah satu anggota Kompolnas justru menjadi inisiator petisi Dukung Buwas sebagai Kabareskrim. Dalam sikap seperti ini, apa masih berharap lembaga-lembaga itu dapat bersikap objektif dan professional,” tegasnya.
“Kapolri menyatakan bahwa polri bukan LSM. Amat sangat benar adanya. Lalu apa sikap beliau jika mengetahui bahwa yang mendukung Buwas dengan menggalang petisi dukung Buwas adalah juga LSM? Dan uniknya petisi dukungan Buwas dimasukan di akun change.org yang juga dikelola oleh LSM. Apakah mungkin Kapolri juga akan menyatakan kami tidak butuh dukungan LSM? Kita tunggu saja,” lanjut dia.
Dikatakannya petisi Copot Buwas dikelola secara mandiri dan swadaya oleh anak-anak bangsa, yang tergerak dan bergerak atas kesadaran sendiri melakukan kritik terhadap Buwas khususnya, dan insitusi kepolisian umumnya untuk segera melakukan reformasi kepolisian.
“Anehnya, entah dapat ide dari mana, divisi Humas Polri malah terlibat meminta masyarakat mengisi petisi dukungan terhadap Buwas melalui akun fb dan twitter yang mereka kelola. Entah sejak kapan akun divisi Humas Polri dapat dipergunakan untuk dukung mendukung jabatan seseorang di dalam Polri. Akun Divisi Humas Polri sejatinya milik institusi polri, dan dengan sendirinya milik rakyat Indonesia. Lalu apa dasarnya akun ini dipakai untuk kepentingan mendukung seseorang dengan jabatannya,” ujarnya.
Ray beranggapan tindakan itu dapat dinilai mempergunakan fasilitas negara untuk kepentingan orang perorang.
“Apakah perlu dilaporkan ke Kabareskrim? Jelas tidak. Mungin itu hanya kelalaian. Dan kelalaian tak selalu diakhir dengan pemidanaan. Lebih dari itu, masalah sesepele itu tak perlu harus masuk ke meja Kabareskrim. Di Indonesia ini banyak masalah. Kita fokus saja menyelesaikan hal-hal yang membuat bangsa ini terpuruk,” ucapnya.
“Budi Waseso juga menyebut agar presiden tak perlu dilibatkan dalam persoalan komisioner KY. Faktanya, beliau sendiri yang menyatakan pemeriksaan atas dua komisioner itu dilakukan paska lebaran atas perintah presiden. Nama presiden dikaitkan dengan pemriksaan komisioner. Untung presiden langsung membantah,” pungkas dia. []