WARTABUANA – H. Muhammad Idris, warga Pamulang, Tangerang Selatan merasa menjadi korban sengketa tanah. Pria tua ini merasa dizholimi oleh Mat Solar, pemeran Bajaj Bajuri terkait jual-beli tanah yang terkena proyek jalan Tol Serpong-Cinere.
Menurut Endang Hadrian, kliennya yang kini berusia 66 tahun itu terpaksa menjadi pesakitan sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri Tangerang karena setelah dituduh melakukan pengelapan dan penipuan atas tanah yang dianggap milik Nasrullah alias Mat Solar.
Endang Hadrian menegaskan, bahwa kasus bermula ketika pada tahun 1993 Idris menggadaikan dua bidang tanah seluas 410 M2 dengan Girik C No. 1242 dan 950 M2 dengan Girik C No. 1242 (ex. Girik C No. 60/245) kepada Ruslih sebesar Rp 8,5 juta. Sampai tahun 2008, Idris tidak mampu menebus dua bidang tanah tersebut.
Sekitar November 2008, ternyata dua bidang tanah tersebut justru malah dijual oleh Ruslih kepada Mat Solar sebesar Rp 85 juta dan Idris diminta tanda tangan kwitansi penjualan tanah tersebut lalu diberi upah Rp 5 juta oleh Ruslih.
“Seharusnya jika Mat Solar benar membeli dua bidang tanah milik Idris pada tahun 2008, seharusnya uangnya diberikan kepada Idris selaku pemilik tanah dan harusnya dibuatkan Akta Jual Beli antara Idris dengan Mat Solar pada saat itu juga,” papar Endang Hadrian yang pernah memenangkan sengketa lahan melawan DL Sitorus di daerah Pondok Kacang.
Selanjutnya pada awal tahun 2018, kedua bidang tanah milik Idris yang dijual oleh Ruslih ke Mat Solar terkena pembebasan proyek jalan Tol SerpongCinere. Pihak Panitia 9 dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat bermaksud membayar ganti rugi tanah tersebut kurang lebih sebesar Rp 3,3 miliar kepada Idris karena berdasarkan catatan dibuku Letter C Kel. Bambu Apus, dua bidang tanah tersebut masih tercatat atas nama orang tuanya Idris dan belum pernah diperjual-belikan.
Akan tetapi tiba-tiba Mat Solar datang mengaku sebagai pemilik dua bidang tanah tersebut berdasarkan kwitansi penjualan tahun 2008 sebesar Rp 85 juta. Akhirnya Panitia 9 mengkonsinyasikan uang ganti rugi pembebasan tanah tersebut ke Pengadilan Negeri Tangerang berdasarkan Penetapan Konsinyasi No. 201/Pdt.P.Cons/2019/PN.Tng.
Menurut Ahmad Nahrowi anak kandung Idris, mengatakan bahwa ayahnya sempat ditahan oleh Penyidik di Rutan Polres Tangerang Selatan dari tanggal 22 April 2019 dan kemudian ditangguhkan penahanannya sejak tanggal 2 Mei 2019 atas pengajuan dirinya.
“Jadi bapak saya sempat ditahan oleh Penyidik dari tanggal 22 April 2019, kemudian saya mengajukan penangguhan penahanan beberapa hari setelah bapak ditahan, sebelum bapak ditangguhkan penahanannya sekitar tanggal 2 Mei 2019,” ungkap Ahmad Nahrowi.
Sebelumnya, menurut Ahmad Nahrowi, ayahnya yang pensiunan PNS itu pernah didatangi pengacara Mat Solar bernama Rusnadi yang meminta ayahnya menandatangani dokumen Akta Jual Beli di Polres. “Waktu itu ada saya dan salah satu penyidik disitu,” cerita Ahmad Nahrowi.
Karena Idris tidak mau membuat Perjanjian Perdamaian dengan Mat Solar, penyidik kemudian melimpahkan berkas perkara kepada Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Tangerang Selatan dan kemudian Jaksa Penuntut Umum menyatakan berkas perkara lengkap dan siap disidangkan.
Menanggapi hal tersebut Endang Hadrian mengatakan bahwa Mahkamah Agung dalam salah satu Yurisprudensinya No. 3641 K/Pdt/2001 telah mengatur bahwa Akta Jual Beli yang ditandatangani oleh salah satu pihak yang sedang dalam keadaan ditahan adalah tidak sah dan harus dibatalkan.
“Jadi Akta Jual Beli No. 220/Kec-Pamulang/2019 dan Akta Jual Beli No. 244/Kec-Pamulang/2019 antara Idris dan Mat Solar adalah cacat hukum dan harus dibatalkan karena diduga ditandatangani ketika Idris sedang ditahan di Polres,” ujar Endang Hadrian.
Lebih lanjut Endang Hadrian mengatakan, diduga terjadi rekayasa terkait tanggal pembuatan kedua Akta Jual Beli tersebut, dimana dalam Akta Jual Beli No. 220/Kec-Pamulang/2019 tertulis dibuat tanggal 21 Mei 2019 dan Akta Jual Beli No. 244/Kec-Pamulang/2019 tertulis dibuat tanggal 27 Mei 2019, padahal menurut keterangan Ahmad Nahrowi, kedua Akta Jual Beli tersebut dibuat ketika ayahnya sedang ditahan di Polres.
Setelah memperoleh Akta Jual Beli No. 220/Kec-Pamulang/2019 dan Akta Jual Beli No. 244/Kec-Pamulang/2019, Mat Solar berusaha mencairkan uang ganti rugi dua bidang tanah itu ke PN Tangerang sesuai perkara Konsinyasi No. 201/Pdt.P.Cons/2019/PN.Tng.
Akan tetapi ternyata pencairan yang diajukan Mat Solar itu ditolak karena tidak ada surat Perjanjian Perdamaian dengan Idris. Selanjutnya Idris diminta agar mau membuat Perjanjian Perdamaian, akan tetapi Idris tidak mau karena Perjanjian Perdamaian itu harus dibuat atas kesepakatan sesuai Pasal 1320 jo. Pasal 1338 KUHPerdata dan bukan atas keinginan sepihak.
Karena Idris tidak mau membuat Perjanjian Perdamaian dengan Mat Solar, penyidik kemudian melimpahkan berkas perkara kepada Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Tangerang Selatan dan kemudian Jaksa Penuntut Umum menyatakan berkas perkara lengkap dan siap disidangkan.
“Jadi karena Idris menolak membuat Perjanjian Perdamaian yang diminta Mat Solar untuk mencairkan uang ganti rugi tanah senilai Rp 3,3 miliar di PN Tangerang, penyidik kemudian melimpahkan berkas ke Penuntut Umum lalu Penuntut Umum menyatakan berkas P21, ini sangat aneh, orang tidak mau membuat Perjanjian Perdamaian yang sifanya Perdata, kok dipidanakan?” ujar Endang Hadrian.
Dalam surat Dakwaan Penuntut Umum No.Reg.Perk.Pdm-79/M.6.16/Eoh.2/07/2020 tanggal 14 Juli 2020, Idris didakwa melakukan perbuatan Pidana Penggelapan Pasal 372 KUHP dan Penipuan Pasal 378 KUHP dan saat ini perkaranya sudah disidangkan di Pengadilan Negeri Tangerang dalam perkara No. 1509/Pid.B/2020/PN.Tng.
Endang Hadrian selaku Penasehat Hukum Idris sudah mengajukan Nota Keberatan atau Eksepsi terhadap Dakwaaan Penuntut Umum tersebut pada tanggal 18 Agustus 2020.
Menurut Endang Hadrian dalam perkara pidana ini terdapat sengketa perdata terkait kepemilikan atas tanah yaitu sengketa jual-beli antara Idris dengan Mat Solar ini terbukti dengan adanya perkara Konsinyasi No. 201/Pdt.P.Cons/2019/PN.Tng yang saat ini masih berlangsung.
Persidangan perkara pidana Idris saat ini memasuki agenda tanggapan atau Replik Penuntut Umum terhadap eksepsi yang diajukan oleh Penasehat Hukum Idris itu hak Penuntut Umum untuk menanggapi Eksepsi yang sudah diajukan sebelumnya.
Jadi dakwaan ini harus menunggu perkara Konsinyasi tersebut diputus dan berkekuatan hukum tetap dulu, yang kedua Dakwaan harusnya tidak dapat diterima karena perkara ini bukan perkara pidana melainkan perkara perdata terkait sengketa kepemilikan atas tanah yaitu sengketa jual-beli antara Idris dengan Mat Solar ini terbukti dengan adanya perkara Konsinyasi No. 201/Pdt.P.Cons/2019/PN.Tng yang saat ini masih berlangsung.
Kalau memang Idris dituduh menjual tanah yang sudah dijual ke Mat Solar lalu kemudian oleh Idris dijual lagi kepada Panitia 9, maka seharusnya Pasal yang diterapkan bukan Pasal 372 jo. 378 KUHP melainkan adalah Pasal 385 KUHP dan Panitia 9 juga seharusnya ikut menjadi terdakwa dalam perkara ini dengan dakwaan Pasal Penadahan 480 KUHP karena telah membeli tanah tersebut.
“Yang terakhir paling aneh nih dalam dakwaannya Penuntut Umum menuduh bahwa Idris telah menjual dan mencairkan uang ganti rugi tanah milik Mat Solar dengan Girik No. C.60/245 seluas 51 M2 kepada Panitia 9 sebesar kurang lebih 254 juta, padahal tanah tersebut bukan tanah Girik No. C.60/245 seluas 51 M2 milik Mat Solar melainkan tanah milik Herman dengan Girik C No. 1185 seluas 40 M2 dengan bangunan total 51 M2 yang dibeli dari Idris berdasarkan Akta Jual Beli yang cuma belum balik nama dan letaknya berbeda, jadi Dakwaan ini terlihat sangat dipaksakan,” ujar Endang Hadrian.
Persidangan perkara pidana Idris saat ini memasuki agenda tanggapan atau Replik Penuntut Umum terhadap eksepsi yang diajukan oleh Penasehat Hukum Idris itu hak Penuntut Umum untuk menanggapi Eksepsi yang sudah diajukan sebelumnya.
“Terkait materi replik tersebut silahkan tanyakan langsung ke yang bersangkutan (Jaksa), yang pasti kami berharap Majelis Hakim dapat melihat dengan terang perkara ini sehingga bisa memberikan putusan sela yang sesuai dengan dengan hukum acara pidana,” tegas Endang Hadrian.[]