WARTABUANA – Budayawan sekaligus analis politik, Denny JA berpandangan bahwa sebanyak 75 persen pengguna media sosial di Indonesia, merasa pertukaran gagasan dan hubungan warga negara di media sosial tak lagi sehat.
“Media sosial kita terlalu banyak kebohongan, kebencian, fitnah dan hoax. Perlu ada big bang, aksi yang tegas untuk membersihkan media sosial kita,” urai Denny JA, dari hasil survei LSI Denny JA di bulan Agustus 2018.
Denny mencatat, meledaknya kasus Hoax dan kebohongan publik Ratna Sarumpaet di media sosial salahsatunya. Denny JA pun sampai memberikan usul bahwa tanggal 3 Oktober 2018 diperingati sebagai hari media sosial.
“Dihari itu kita tak hanya mengingat dan melawan sisi negatif media sosial (hoax, kebohongan, fitnah, ujaran kebencian). Tapi di hari itu kita juga merayakan sisi positif media sosial, sebagai tempat pertukaran gagasan dan pencerahan,” ulas Denny.
Aneka isu, kata Denny, penting memerlukan selebrasi untuk selalu direnungkan, dirayakan, dievaluasi. Ia mencontohkan, Buruh memiliki hari buruh, hak asasi punya hari hak asasi, kesetaraan wanita punya hari emansipasi wanita, dan diharapkan Media sosial juga memerlukan hari peringatan.
“Saya mengusulkan tanggal 3 Oktober dijadikan hari media sosial di Indonesia.
Mengapa tanggal 3 Oktober? Itu hari ketika Ratna Sarumpaet membuat kutipan yang puitis dan penuh makna,” ujar Denny.
Terkait permasalahan Ratna Sarumpaet, lanjut Denny JA, ia tetap memberikan apresiasi karena mengakui kesalahannya.
“Kita menyadari kebohongan publik yang pernah ikut kita ciptakan. Setiap tanggal 3 Oktober kita memiliki momen bersama untuk mengevaluasi, merenungkan, seberapa kita sudah melakukan bersama upaya yang cukup agar media sosial menjadi tempat kita menimba ilmu dan bersahabat. Seberapa pula kita serius memerangi kebohongan dan kejahatan di media sosial,” ulas Denny yang juga telah mengusulkan dalam esainya di media sosial: Kebohongan, Efek Elektoral dan Sisi Hukum Kasus Ratna Sarumpaet.[]