WARTABUANA – Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mempertanyakan langkah mantan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama yang menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) Tata Ruang sebelum Perda RDTR.
Pergub tersebut dikeluarkan pada 25 Oktober 2016, beberapa hari sebelum cuti Kampanye Pilkada DKI.
“Saya juga punya pertanyaan yang sama. Lazimnya tata kota yang diatur dalam Perda bukan Pergub. Itulah kelaziman dan prosedur yang tertib ya begitu. Memang konsekuensinya, menunggu selesainya Perda itu perlu waktu lebih lama,” katanya di Jakarta, Rabu (19/6/2019).
Anies mengaku mendapatkan informasi, kala itu Ahok harus menerbitkan Pergub Rencana Tata Kota sebelum Perda karena pembahasan Perda terhenti di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta. Pasalnya sejumlah Legislator harus berurusan dengan KPK.
“Saya dengar laporan dari jajaran bahwa pada saat itu pembahasan Perda terhenti di DPRD karena beberapa anggota DPRD diperiksa KPK bahkan ada yang ditahan. Itu sekitar pertengahan 2016. Tapi apa sebabnya kemudian keluar Pergub tersebut di 25 Oktober 2016, saya tidak punya jawabannya,” jelasnya.
Diberitakan sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan pada dasarnya seorang Gubernur tidak diharuskan untuk membuat Peraturan Gubernur (Pergub) tata ruang, yang nama resminya Panduan Rancang Kota (PRK), sebelum ada Perda RDTR.
“Tidak, tidak ada keharusan itu (Pergub sebelum RDTR). Biasanya, di Jakarta garis besar rencana tata ruang dan rencana detailnya itu ya memang dibuat dalam bentuk Perda RDTR, bukan bentuk Pergub. Itu kelaziman di Jakarta,” katanya di Jakarta, Rabu (19/6/2019)..
Meski demikian, ia menyatakan Panduan Rancang Kota dapat dibuat berbentuk Pergub dan bukan berbentuk Perda.
Diketahui, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memberikan klarifikasi terkait pernyataannya tentang Reklamasi dan Pergub 206/2016 tentang Panduan Rancang Kota.
Ia sempat mengatakan bahwa jika tidak ada Pergub 206/2016 maka tidak ada pembangunan di lahan hasil reklamasi.
“Jadi begini, siapapun tidak bisa begitu saja membangun di lahan kosong. Harus melihat rencana tata kota. Peruntukan lahannya untuk apa? Mana yang jadi jalan umum, zona mana yang jadi lahan hijau, perumahan, sekolah, perkantoran, lahan biru, dan lain-lain,” katanya di Jakarta, Rabu (19/6/2019).
“Siapapun harus melihat rencana tata kota itu baru bisa melakukan pembangunan. Nah, lahan hasil reklamasi itu kan tanah kosong dan daratan baru. Dulunya itu berbentuk perairan jadi tidak ada sebuah peta yang isinya tentang rencana tata kota di kawasan ini. Dalam kondisi seperti itu, siapapun tidak bisa bikin bangunan apapun,” sambungnya.[]