JAKARTA, WB – Anggota Ombudsman RI Adrianus Meliala mengatakan keluhan masyarakat tidak perlu atau tidak harus selalu didengar. Keluhan masyarakat umumnya repetitif, itu-itu saja, tipikal. Sekali didengar atau diproses, sudah cukup.
Hal itu disampaikan Adrianus dalam acara Aktual Forum Jakarta, Senin (13/6/2016). Adrianus melanjutkan selain itu, keluhan secara formal bukanlah kebiasaan orang Indonesia. “Orang Indonesia lebih biasa mengeluh dalam bentuk narasi dan disampaikan secara informal,” terang dia.
Disisi lain, keluhan masyarakat amat sering ditumpangi kepentingan lain-lain. “Instansi atau korporasi penerima keluhan sering diajarkan dengan kenyataan bahwa dibalik keluhan sebenarnya terdapat motivasi “lain-lain”, ” ujar kriminolog UI ini.
“Bias amat mungkin terjadi ketika keluhan masyarakat diwakili oleh LSM atau Penasehat Hukum. Bias tersebut bisa berupa terpenuhinya agenda LSM itu sendiri ataupun diperolehnya sejumlah keuntungan materi untuk Kantor Penasehat Hukum tersebut,” katanya.
Sementara itu Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng mengatakan, pelayanan publik sendiri adalah bukti paling otentik hadir atau absennya negara, realisasi hak dasar warga untuk akses ke keadilan atau access o justice, tanggung jawab negara memenuhi kewajiban minimum tersebut.
“Demokratisasi layanan publik, sendiri antara lain, ditandai kualitas substansi yang mengandung jaminan akan hak dasar rakyat, kualitas proses yang mengandung perhormatan atas prinsip kewargaan demokratik dan penyelenggaraan pemerintahan yang baik,” terang dia.
Sedangkan tambah dia, otonomi sendiri dibayangkan sebagai struktur kesempatan baru bagi partisipasi dan deliberasi warga. “Juga mendorong akuntabilitas dan responsifitas Pemda dalam pemenuhan kewajiban layanan publik,” tutupnya[]