JAKARTA, WB – Demokrasi memberikan ruang kebebasan kepada siapapun untuk berkaya. Termasuk kebebasan bagi para musisi atau seniman yang bebas berekspresi, berkreasi untuk menghasilkan karya seni terbaik di era reformasi yang sudah berjalan 20 tahun ini.
“Bagaimana 20 tahun reformasi, saya pikir kita tidak diarahkan untuk membuat apa yang mau kita buat sebagai seniman. Kita tidak dilarang untuk mengkritik rezim,” ujar Ali Priambodo, vokalis Band Day Afternoon, berpendapat dalam diskusi bertajuk “Refleksi 20 Tahun Reformasi dari Mata Pegiat Seni” di Jakarta, Kamis (17/5/2018).
Di era reformasi, lanjut musisi yang akrab disapa Dodo ini, seniman atau musisi lebih dihadapkan bukan lagi takut kepada rezim, namun bagaimana bisa mempertanggungjawabkan karya yang dibuatnya.
“Dua puluh tahun reformasi memang memberikan ruang luas bagi siapapun untuk berkarya. Ditambah lagi dengan adanya konsep digital. Kita sekarang bebas, ada YouTube, facebook dan lain-lain. Seniman bisa mendorong kontrol sosial,” ujarnya.
Sementara itu, musikus Tony Waluyo Sukmoasih yang lebih dikenal dengan Tony Q Rastafara, menyampaikan, bahwa reformasi 98 lalu bukan hanya bagaimana membangun sistem pemerintahan, tetapi lebih bagaimana menumbuhkan kesadaran bersama untuk menjadi lebih baik.
“Jadi reformasi itu sebenarnya lebih kepada bagaimana manusia-manusianya ini untuk membangun kesadaran, untuk membuat reformasi yang sebenarnya,” ujar musikus dengan aliran reggae itu.
Disinggung soal bagaimana peran musikus untuk mencegah maraknya aksi radikal dan terorisme yang marak belakangan ini, Tony berpendapat, bahwa tidak menutup kemungkinan akibat adanya konspirasi global.
“Bicara teroris ini kita tidak bisa hanya bicara hari ini, saya pikir mungkin ada kepentingan global sebenarnya. Contohnya, kalau runut-runut, kalau kebijakan negara tidak ikut dengan si A, B, lalu ada ini ada itu,” ujarnya.
Senada dengan Tony, Dodo menimpali, bahwa adanya kemungkinan konspirasi global tidak bisa dikesampingkan karena kejadiannya berurutan dan bersamaan dan tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga dibeberapa tempat, seperti kawasan timur tengah dan lain-lain,” ujarnya.
Menurutnya, semua pihak harus ambil bagian untuk mencegah diri masing-masing, kemudian keluarga dan lingkungan agar tidak terbawa bujuk rayu para teroris dan pihak-pihak yang tidak toleransi.
Refleksi 20 tahun Reformasi sendiri dihelat dengan menggelar pameran fhoto dan diskusi di 11 daerah, dengan puncaknya pada tanggal 21 Mei 2018.
Kegiatan PENA 98 sendiri bertema `Untuk Alasan Apapun Kami Tidak Mau Kembali Ke Orde Baru`, yang intinya mengingatkan anak bangsa jangan pernah kembali ke masa tersebut.[]