WARTABUANA – Ribut Misgiyati, warga Kebon Bawang, Tanjung Priok, Jakarta Utara sedang mencari keadilan. Tanah warisan seluas 702 meter persegi diduga diserobot oknum pejabat Makassar. Sudah lebih dari setahun kasus ini ‘mengendap’ di Polres Jakarta Utara. Diapun mengadu ke Ombudsman.
Sejak awal kasus ini muncul sekitar akhir tahun 2019, Ribut Misgiyati berusaha menempuh jalur hukum. Dia melaporkan kasus dugaan penyerobotan tanah itu ke Polda Metro Jaya. Kemudian kasusnya dilimpahkan ke Polres Jakarta Utara.
“Kami punya tanah warisan dari almarhum ayah kami yaitu H. Sudarman Syah. Tanah itu sudah ber-Sertifikat Hak Milik. Tetapi tanah tersebut sampai saat ini dikuasai sekelompok orang yang mengaku bekerja di perusahaan milik, Wakil Wali Kota Makasar,” ujar Ribut Misgiyati sambil menyebut nama pejabat itu dengan inisial FR.
Menurut Ribut Misgiyanti, ketika ayahnya masih hidup, sekitar tahun 2012, sempat berpesan kepadanya untuk mengurus tanah milik keluarga di Jalan Remaja No.38, Kebon Bawang, Jakarta Utara tersebut dari penguasaan orang lain.
Setelah ayahnya wafat, Ribut Misgiyati berusaha menemui dan bermusyawarah dengan FR. Namun hanya diwakili orang-orang yang menempati tanah itu. “Mereka selalu bilang kalau mereka itu hanya bekerja di perusahaan milik FR, dan mereka hanya disuruh untuk menempati tanah tersebut ,” ungka Ribut Misgiyati.

Dalam laporan polisi yang diterima Polda Metro Jaya, pada Desember 2019. Saat itu Ribut Misgiyati melaporkan adanya dugaan penyerobotan tanah dan masuk pekarangan tanpa izin dengan terlapor FR dan 4 orang yang menempati tanah tersebut.
Setelah dilimpahkan, penyidik Polres Metro Jakarta Utara pernah memeriksa beberapa orang dari pihak pelapor dan petugas Badan Pertanahan Negara (BPN). “Saya, adik saya dan ibu sambung saya serta pegawai BPN Jakarta Utara pernah diperiksa penyidik. Kami sudah memberikan foto copy SHM dan foto copy legalisir buku tanah itu kepada Penyidik, Jadi sudah jelas sekali tanah itu adalah tanah warisan dari ayah saya,” ujar Ribut Misgiyati sambil memperlihatkan SHM No. 3916/Kebon Bawang.

Lebih jauh Misgiyati memaparkan, jika FR tidak bisa menunjukkan bukti kepemilikan, dia tidak berhak menguasai tanah tersebut. “Ya seharusnya angkat kaki dong dari tanah tersebut, kalau tetap menguasai, itu namanya menyerobot tanah,” tegas Misgiyanti.
Menurut Endang Hadrian, kuasa hukup pelapor, sampai saat ini pihak terlapor tidak bisa menunjukkan bukti apapun terkait kepemilikan tanah tersebut. “Terlapor menguasai tanah itu hanya dengan satu alasan, yakni merasa sudah memberikan sejumlah uang sebagai DP (down payment) penjualan tanah itu kepada almarhum Sudarman Syah. Namun sampai sekarang terlapor tidak bisa menunjukkan kwitansi atau Perjanjian Pengikatan Jual Beli kepada kami maupun kepada penyidik,” ujar Endang.
Terkait pembayaran DP, Jeanne Dumais, selaku kuasa hukum FR membenarkan. “Klien kami pernah memberikan DP sebesar Rp 130 juta. Klien ingin melunasi pembayaran, namun sertifikatnya saat itu dalam penjaminan di bank. Sehingga klien kami menunda pembayaran,” jelas Jeanne.
Ribut Misgiyati merasa heran mengapa kasus yang sudah dilaporkan sejaka 20 bulan lalu itu seolah “jalan di tempat”. Wanita itu akhirnya mencoba memintan perhatian dan perlindungan hukum dari banyak pihak seperti ke Biro Wassidik Mabes Polri, Divpropam Mabes Polri, Paminal, Divisi Hukum Mabes Polri, Kompolnas, Ombudsman dan Kapolres Jakarta Utara.
Misgiyanti berharap kepolisian bisa profesional menangani perkara ini meskipun yang dilaporkan adalah Wakil Wali Kota Makasar. “Kami tetap berprasangka baik terhadap kepolisian, khususnya Polres Jakarta Utara. Kami hanya menuntut hak kami dikembalikan, kalau proses hukum saja mandek, kami harus mengadu kemana lagi,” tegas Ribut Misgiyati.[]