JAKARTA, WB – HUT Aliansi Kebangsaan ke-6 di Lagoon Garden, Hotel Sultan, Jakarta, Jumat (18/11/2016) dihadiri banyak tokoh, aktivis dan mahasiswa. Diskusi akbar kali bertema “Etos Kejuangan dalam Menghadapi Tantangan Indonesia Masa Kini.”
Diantara tokoh yang hadir, Dirjen Kepahlawanan Kemensos RI Hartono Larus mewakili ketidakhadiran Mensos RI, Prof. Komaruddin Hidayat, Prof. Romo Mudji Sutrisno, dan Yudi Latif Ph.D.
Diantara ratusan undangan juga hadir, jejaring cendekia aliansi kebangsaan, Kaukus Penulis Aliansi Kebangsaan yaitu penulis muda yang fokus pada isu – isu kebangsaan yang dinaungi Aliansi Kebangsaan. Lembaga Swadaya Masyarakat dan Organisasi Kemasyarakatan, Akademisi dan Organisasi Mahasiswa, serta Wartawan dan aktrivis media.
Sebagai pembuka, Ketua aliansi Kebangsaan, Pontjo Sutowo berkisah tentang Aliansi Kebangsaan yang lahir dari sebuah kegelisahaan tentang masa depan bangsa yang melenceng dari cita – cita para pendiri, yaitu merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Pontjo meyakini bahwa dengan etos kejuangan dapat mewujudkan cita-cita merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. “Indonesia sebagai Negara kepulauan yang tujuhpuluh persennya adalah lautan. Panggilan nenek moyang kita adalah seorang pelaut, merupakan bukti sekaligus harapan bahwa masa depan rakyat dan bangsa Indonesia ada ditengah gelombang yang terjanjikan,” papar Pontjo.
Dengan demikian menurutnya, mewujudkan kemakmuran dan keadilan rakyat sesungguhnya terletak pada kemampuan bangsa ini dalam melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, sekaligus mengelola dan mengolahnya untuk terwujudnya kesejahteraan bersama.
“Ditengah semarak hari Pahlawan, Diskusi Akbar digagas dengan harapan para pembicara yang begitu piawai dalam perjuangan kebangsaan diberbagai bidangnya berkenan untuk mentransformasikan keilmuan serta pengalaman kepada para peserta diskusi dari berbagai latar belakang,” terang Pontjo.
Menurut Pontjo, tujuan diskusi akbar ini adalah dapat memahami pentingnya `etos kejuangan` dalam menghadapi tantangan negeri baik pada hari ini maupun untuk antisipasi yang akan datang. Dimana etos kejuangan dapat menjadi basis gerakan mewujudkan cita-cita kemerdekaan.
“Persoalan kebangsaan ini tridak mudah dipahami karena semangat kebangsaan bisa naik bisa turun. Dan menjadi penting lagi bagi masalah kebbangsaan, sangatlah mudah dipengaruhi,” pungkasnya.
Di tempat yang sama, Komaruddin Hidayat dari Cendikiawan Indonesia menyatakan bahwa Indonesia sebagai entitas bangsa yang utuh dan solid bukanlah warisan turun – temurun, tetapi merupakan cita – cita dan mimpi bersama yang belum jadi sehingga harus diwujudkan dan diperjuangkan dari generasi ke generasi.
Lanjut Komarudin, sebelum merdeka 17 Agustus 1945, di Nusantara ini sudah muncul peradaban agung yang dikembangkan dan dijaga oleh pranata sosial dan institusi Negara berupa kerajaan dan kesultanan.
Oleh karena itu dalam motto Bhinneka Tunggal Ika terkandung penghargaan, pengakuan dan komitmen untuk menjaga pluralitas budaya dan agama yang ada sehingga Indonesia merupakan tamansari kebudayaan bukan saja tamansari kekayaan hewani dan nabatinya yang sedemikian kaya dan memikat.
Komarudin menilai, seharusnya Indonesia memiliki jatri diri dan identitas kebangsaan yang solid. Para pendiri bangsa sangat cerdas, bijak dan visioner telah meletakkan dasar bernegara yang terumuskan dalam Pembukaan UUD`45 dan Pancasla.
Sementara muncul gelombang demokratisasi yang diikuti desentralisasi kekuasaan dan ekonomi yang tidak diikuti dengan kesiapan mental dan wawasan bernegara secara rasional sehingga yang mengemuka adalah hiruk pikuk menyuarakan hak kebebasan tanpa dibarengi ketaatan pada hukum.
Belakangan ini menurut Komarudin meyangkut SARA merengsek ke panggung politik kenegaraan, akibat sepercik api yang membakar rumah bangsa. Situasi memang agak dilematis, sebagai negara hukum pemerintah mesti konsisten dan tegas menegakkan aturan dan kaidah hukum yang berlaku. Siapapun yang bersalah harus diproses secara fair.
Jika Ahok terbukti salah maka harus dijatuhi hukuman demi memenuhi rasa keadilan. Tapi masyarakat harus legowo dan fair jika pihak penegak hukum menyatakan Ahok tidak memenuhi bukti melakukan tindak pidana. Maka masyarakat jangan memaksakan pendapat secara tirani.[]