WARTABUANA – Dalam Rapat Koordinasi “Organisasi Pewayangan Indonesia” yang berlangsung di Gedung Pewayangan Kautaman, Jakarta Timur, pada Selasa (10/3/2020) lalu, terungkap beragam persoalan dan tantangan dalam pengembangan dan pelestarian budaya, khususnya dunia perwayangan.
Rapat Koordinasi itu juga membahas tindak lanjut berbagai pencapaian besar yang diraih Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia (SENAWANGI), dalam rentang waktu tahun 2018 – 2020, setelah ditetapkannya Keppres No. 30 Tahun 2018, tentang Hari Wayang Nasional.
Ketua Umum Senawangi, Drs. Suparmin Sunjoyo menyampaikan laporan 4 tahunan Pewayangan Indonesia kepada Unesco.
Di hadapan puluhan budayawan dan praktisi pewayangan, Suparmin Sunjoyo juga menyampaikan laporan terkait dengan pengembangan Filsafat Wayang, bidang penerbitan, misi ke luar negeri , Sidang NGO-Unesco di Bogota, Colombia, Sidang Ke 8 Asosiasi Wayang Asean dan Festival Wayang Asean di Manila, serta rencana pergelaran Wayang di 3 kota di Eropa pada bulan Juni mendatang.
Antara lain, para penggiat seni pedalangan diharapkan dapat menawarkan cara atau prosedur baru untuk merumuskan wayang berstandar multi level.
Para pemerhati dan praktisi perwayangan sudah menyadari, jika tidak ada terobosan kekinian, maka akan sulit mengajak milenial mencintai wayang. Sehingga harus ada keseimbangan kepentingan antara idealisme dan kebutuhan pasar.
Terkait bantuan pemerintah melalui pengelolaan dana abadi, menurut Suparmin Sunjoyo masih minim, sehingga para pecinta wayang selalu urunan agar organisasi tetap berjalan dengan sehat.
Pada kesempatan tersebut, juga diluncurkan buku berjudul “Blencong Wayang Dalam Hidup Zaman Now” karya dalang yang juga seorang pengamat seni wayang, Romo Y. Sudarko Prawiroyudo. Melalui karyanya penulis memotret berbagai kondisi sosial politik abad ini yang faktual pada zamannya. []