WARTABUANA – Sejarah sering ditulis kelompok pemenang dalam suatu konflik hingga mereka memegang kekuasaan. Seperti tragedi G30S/PKI yang masih menyisakan rasa takut bagi sebagian orang. Bahkan rasa takut itu, kental dirasakan Lola Amaria saat menggarap Film “Eksil”.
Menurut Wikipedia, kata eksil berasal dari bahasa Inggris, “exile” yang berarti terasing, atau dipaksa meninggalkan kampung halaman atau rumahnya. Eksil yang dimaksud di film yang akan tayang pada 1 Februari 2024 ini adalah para mahasiswa di era orde lama yang dikirim belajar di luar negeri namun tidak boleh pulang hingga sekarang karena terjadi peristiwa G30S/PKI. Padahal mereka belum terbukti terlibat.
Film peraih Piala Citra katagori Film Dokumenter Panjang Terbaik ini menampilkan kisah 10 eksil yang semuanya sempat didokumentasikan oleh tim Lola Amaria Productions. Mereka mulai melakukan riset tahun 2010 dan mulai syuting lima tahun kemudian di China, Uni Soviet, Belanda, Cheko-Slovakia, Jerman, dan Swedia. Selama tiga bulan, Lola dan timnya bertemu langsung dan berbincang dengan para Eksil.
Sampai film ini rampung mendapat beberapa penghargaan, hingga tayang secara komersil nantinya, 6 dari 10 pemain, alias narasumbernya telah meninggal dunia karena tua dan sakit.
“Saya merasa, film ini adalah bagian dar perjuangan mereka. Saya bukan siapa-siapa, tapi mungkin bisa membantu untuk menyadarkan masyarakat bahwa ini ada yang belum selesai. Bahwa ada kejahatan HAM yang begitu dibiarkan. Dan, kita yang muda-muda, terutama saya dan generasi dibawah saya banyak yang tidak tahu. Mungkin melalui film ini, sedikit banyak bisa memberitahu kepada masyarakat,” ungkap Lola Amaria usai press screening di XXI Metrople, Jakarta Pusat, Senin (29/1/2024).
Copy Tiga Rangkap
Lola Amaria dan timnya mulai menggarap film ini ditengah hangatnya isu tentang kebangkitan PKI, sekitar tahun 2013. “Di film ini disinggung rasa ketakutan. Nah, ketika kami berangkat riset di era transisi dari SBY ke Jokowi. Ketika kita berangkat ke beberapa negara itu tidak ada satu orangpun yang boleh tahu kita kemana dan sedang menggarap project apa,” ungkap Lola.
Meskipun mereka menyembunyikan project yang sedang digarapnya, namun karena sering keluar negeri bersama tim, pasti banyak yang bertanya. “Kemudian kalau ada yang bertanya, kalian syuting apa, kami jawab syuting jalan-jalan, kuliner, makan-makan. Selama tiga bulan kami berkelana,” kata Lola.
Tidak mudah bagi Lola dan kawan-kawan mendapatkan informasi, apalagi video dokumenter tentang para eksil. Butuh satu tahun untuk melakukan mendekatan sehingga mereka mau kisahnya difilmkan. Itupun dengan kesepakatan tertulis untuk tidak melibatkan keluarga mereka di Indonesia. “Bahkan mereka sempat mencurigai kami sebagai intel,” kisah Lola.
Hasil syuting selama tiga bulan menjadi barang yang tak ternilai bagi Lola. Apalagi sebagian dari mereka telah tiada. Karena tidak bisa memprediksi reaksi pihak lain yang mungkin tidak suka dengan project ini, Lola menjadi ‘paranoid’. “Saking takutnya, materi hasil syuting selama tiga bulan, kami gandakan menjadi 3 copy. Satu copy kami bawa pulang. Kalau terjadi apa-apa, misalnya ditahan di bandara, kami masih punya dua yang disimpan di Belanda dan Jerman,” tutur Lola.
Lola berharap untuk pemerintahan berikutnya, kalau bisa, rasa takut itu dipupus sedikit demi sedikit, jangan ditambah takut lagi. Orang-orang seperti kami yang membuat film seperti ini dikasih ruang. Ini bisa lulus sensor.
“LSF keren banget nih bisa meloloskan film ini, dan saya senang sudah ada beberapa hal yang baik dan positif. Jangan sampai kita mundur untuk ke depannya. Orang-orang seperti kami yang ingin bebas merdeka membuat film, tentang apapun jangan menghadapi banyak batasan lagi,” kata Lola.
Incar Swingvoter
Film ini menjadi menarik lantaran akan tayang di beberapa bioskop hanya 14 hari jelang pencoblosan Capres dan di tengah isu HAM yang kembali hangat. Lola mengaku pihaknya sudah mengajukan jadwal tayang sejak Mei 2023. Tetapi karena antri, film ini dapat tanggal tayang pada 1 Februari 2024.
“Mungkin kalau buat saya, ini bagus momentumnya buat para swingvoter yang belum menentukan pilihan. Mungkin setelah melihat film ini bisa langsung menentukan pilihan. Di film ini ada isu kejahatan HAM yang sampai sekarang juga belum kelar. Kalau bisa dipertimbangkan pilihannya,” ujar Lola.
Dikatakan Lola, film Eksil tak bermaksud mengangkat peristiwa G30S/PKI atau politiknya, tetapi lebih dari sisi kemanusiannya dengan melihat dan mendengar langsung apa yang dialami para Eksil selama menetap di negeri orang akibat terusir dari negeri sendiri. Termasuk kerinduan dan kecintaan mereka terhadap Tanah Air.
Film Eksil akan tayang di bioskop yang telah ditentukan diantaranya, Plaza Senayan XXI Jakarta, AEON Mall BSD City XXI Tangerang, Mega Bekasi XXI, TSM XXI Bandung, Ciputra World XXI Surabaya, Ringroad Citywalks XXI Medan, Empire XXI Yogyakarta dan Cinepolis Plaza Semanggi, Mall Lippo Cikarang serta Flix Ashta SCBD hingga CGV Aeon Mall Jakarta Grand Cakung (JGC) dan CGV JWalk Jogja.[]