JAKARTA – Facebook Indonesia yang diwakili Kepala Kebijakan Publik Facebook Indonesia Ruben Hattari dan beberapa staf lainnya diperiksa di Bareskrim Mabes Polri terkait bocornya satu juta data pengguna pada Rabu (18/4/2018).
Ruben Cs diperiksa di Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri selama kurang lebih lima jam sejak pukul 13.00 WIB. Usai pemeriksaan, Ruben memaparkan apa yang disampaikannya kepada kepolisian tak berbeda jauh dengan pernyataannya di Komisi I DPR, sehari sebelumnya, yakni Selasa (17/4/2018).
“Intinya untuk sharing informasi yang kami tahu, untuk saat ini mengenai Cambridge Analytica,” ujar Ruben di Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Cideng, Jakarta Pusat, Rabu (18/4/2018).
Ia mengungkap pihaknya masih terus mengolah dan memproses pencarian data lebih lanjut soal kebocoran data pengguna Facebook di Indonesia dan negara lain. Selain itu, pihaknya juga akan melakukan audit internal. Ia memastikan akan menyampaikan hasil audit ke pihak terkait jika sudah selesai. Namun, ia tak bisa memastikan dengan pasti kapan hasil audit selesai dilakukan.
Lebih lanjut, kata dia, pihaknya akan terus berkoordinasi dengan Komisi I, Kementerian Komunikasi dan Informatika, dan Bareskrim. “Untuk memberikan fakta-fakta mungkin yang lebih rinci dan lebih detail nanti kedepannya,” pungkasnya.
Diduga, bocornya data pengguna Facebook ini memiliki keterkaitan dengan kemenangan Trump saat pemilihan peresiden pada 2016 lalu. Hal ini seolah membuat kaum-kaum oposisi Trump semakin muak dengan dirinya.
Tak hanya puluhan juta orang yang kecewa dengan kebocoran data yang dialami Facebook, mantan pegawai Cambridge Analytica pun mengungkapkan penyesalannya. Namun Mark Zuckerberg bersikeras kecolongan data yang dialami perusahaannya murni ulah pengembang pihak ketiga, Cambridge Analytica.
Konsultan politik Donald Trump itu diduga menggunakan jutaan data pengguna Facebook guna melanggengkan jalan Trump sebagai presiden AS.
Melalui aplikasi kuis, `This is Your Digital Life`, para pengguna Facebook yang mengunduh aplikasi ini secara tidak sadar menyerahkan data pribadi mereka. Sebuah Pameran Mengungkap Kisah Anne Frank dan Sahabat Pena-nya di Amerika Serikat
Dalam kasus Trump, Cambridge Analytica menggiring para pengguna yang terjaring dengan meningkatkan popularitas Trump di beranda media sosial mereka.
Dan kemenangan Trump adalah contoh betapa dahsyatnya dampak `puluhan juta data pengguna Facebook yang dimanfaatkan` Cambrige Analytica.
Jika sebelumnya, mantan pegawai Cambridge Analytica, Christoper Wylie menjadi orang pertama yang menyesal, dan mengungkap adanya pencurian 50 juta data pengguna Facebook yang dilakukan perusahaannya, kali ini penyesalan serupa disampaikan oleh mantan Direktur Pengembangan Program Cambridge Analytica, Brittany Kaiser.
Di hadapan parlemen Inggris, ia menceritakan cara kerja perusahaannya dalam kampanye Trump. Brittany bersama timnya, berperan menjaring beberapa orang, memanen informasi pribadi mereka lantas menggiring opini politik `mereka yang terjaring` agar cenderung memilih Trump sebagai presiden AS.
Ia mengaku menyesal pernah menjadi bagian dari politik busuk Trump, Brittany mengungkapkan betapa memalukan perbuatannya kala itu. []