WARTABUANA –Talkshow dan Webinar yang digelar Professional Women’s Week 2021 pada Selasa (21/9/ 2021) menghadirkan dua narasumber inspiratif, yakni Tri Mumpuni dan Linda Amalia Sari Gumelar. Keduanya memaparkan banyak hal terkait kisah hidup dan strategi menghadirkan keberdayaan kaum perempuan.
Manusia yang sudah selesai dengan diri sendiri, akan selalu berpikir dan mencari cara untuk melakukan hal-hal baik bagi orang banyak, sebaliknya yang belum selesai dengan dirinya akan melakukan hal-hal yang cenderung mencari kesalahan orang lain. Membicarakan aktivitas sosial orang-orang yang sudah berada pada posisi memberikan kebermanfaatkan pada orang lain, akan menimbulkan decak kagum serta menularkan aura positif.
Qoute itu yang dipaparkan kedua tokoh wanita inspiratif tersebut pada acara Talkshow dan Webinar yang digelar oleh Professional Women’s Week 2021.
Di sesi pertama Tri Mumpuni menitik beratkan pada dukungan terhadap keberdayaan kaum perempuan melalui ketersediaan fasilitas dasar bagi mereka untuk mengembangkan diri.
“Teknologi itu memudahkan kaum perempuan. Sebagai contoh kemudahan memperoleh air bersih dan listrik berbasis energi terbarukan. Sehingga pada saat membuat minyak nilam, tak perlu menebang pohon dan untuk membersihkan, airnya selalu ada. Intinya saat mereka mau melakukan sesuatu, modal dasarnya sudah ada,” ungkap Tri Mumpuni pada Talkshow sesi pertama bertajuk Menolong Sesama Melalui Wirausaha yang dipandu oleh host Miss Via.
Menurut wanita yang saat ini menjabat sebagai Direktur Eksekutif Inisiatif Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan (IBEKA), pemberdayaan masyarakat akan berhasil apabila keterlibatan mereka tidak sekedar sebagai subjek belaka. Namun seharusnya masyarakat harus terlibat aktif.
Ibu tiga anak ini memberi contoh kongkrit yang terjadi di IBEKA dimana masyarakat terlibat langsung dalam program penyediaan fasilitas umum yang mereka butuhkan.
Menurutnya, jika proyek yang hanya menguntungkan satu orang, biasanya tidak akan berhasil. Tapi masyarakat yang diberdayakan itu harus mengerti bahwa apa yang kita lakukan adalah untuk mereka. Dan memang sebenarnya harus begitu.
“Jadi jangan bilangnya pemberdayaan tapi hanya mencari keuntungan. Beberapa program yang sudah dilakukan IBEKA menunjukkan bahwa keterlibatan semua warga, kerja sama dan gotong royong akan menjadi kunci sukses suatu program pemberdayaan di wilayah terpencil. Kalau semua terlibat maka semua akan merasa memiliki. Apalagi jika ada kaum perempuan, yang umumnya secara budaya memiliki porsi besar dalam kehidupan sehari-hari,” papar wanita yang akrab disapa Puni ini.
Wanita yang sudah lebih dari 30 tahun keluar masuk desa ini mengaku terinpirasi dari ibu kandungnya yang seorang socipreneur. Dia menceritakan sosok sang ibu yang meski disibukkan karena mengurus 8 orang anak, namun masih meluangkan waktu untuk berkeliling kampung guna memberikan kursus membaca, membantu masyarakat membersihkan koreng-koreng sampai mengajarkan masyarakat bagaimana caranya membasmi kutu di rambut anak-anak di pedesaan.
“Kata ibu saya, Allah itu menciptakan lebih banyak kaum dhuafa dibanding orang yang lebih berkemampuan. Hal ini adalah sinyal dari Allah bahwa kita harus memperhatikan kaum dhuafa, dengan begitu pintu rejeki akan terbuka,” ujar Puni.
Semangat berbagi ini turut ditularkan Puni melalui program Patriot Desa yang dijalankan bersama pemerintah Provinsi Jawa Barat. Dalam hal ini Puni mengajak para sarjana teknik terjun ke desa-desa membantu masyarakat di desa-desa.
Program ini sudah berjalan 2 tahun, para sarjana dikirim ke pelosok-pelosok, salah satunya Papua. Disana mereka mencari tahu apa yang dibutuhkan masyarakat. Cari tahu passion masyarakat yang akan dibantu, apa yang mereka diinginkan . Sehingga program yang akan dijalankan benar-benar menjadi bagian dari diri mereka.
“Akhirnya mereka mau ikut terlibat dan menjaga. Kita masih kekurangan manusia yang berkualitas yang mau tinggal di desa dan membangun desa itu dengan cara yang benar. Itu kuncinya di situ,” tutur Puni.
Disudut Ruangan
Sementara itu Founder Yayasan Kanker Payudara Indonesia (YKPI), Linda Amalia Sari Gumelar, pada sesi talkshow berikut, bertajuk Perempuan Bangkit saat Mengalami Perubahan Drastis dalam Hidupnya, mengatakan kaum perempuan dengan sifat dasar yang penuh kasih sayang sekaligus dengan karakteristik perempuan yang multitasking , tidak sulit bagi mereka untuk melakukan pekerjaan sosial ditengah urusan domestik maupun tuntutan pekerjaan.
Linda mendorong kaum perempuan untuk mampu bangkit dari kondisi apapun bahkan pada situasi drastis dalam kehidupannya. Kaum perempuan harus sadar akan perannya dalam pembangunan yang setara dengan pria. Dan perempuan harus dimotivasi untuk mengeksplore dan meningkatkan kemampuan dalam setiap peran yang dijalankannya.
“Pesan saya jangan terlalu lama berada di ‘sudut ruangan’ ketika Anda tengah berada pada posisi terendah dalam hidup. Berusahalah untuk segera bangkit, karena pada saat Anda merasa sendiri , saat terpuruk meratapi nasib maka matahari akan tetap bersinar di pagi hari, bulan akan tetap keluar di malam hari. Artinya hidup ini akan terus berjalan, sehingga berusahalah untuk bangkit. Karena masih banyak hal positif yang dapat dilakukan,” ujar Linda.
Linda pernah mengalami titik terendah dalam hidupnya, tepatnya sekitar 25 tahun silam kala dirinya divonis menderita kanker payudara. Sementara saat itu dia dan sang suami, Agum Gumelar tengah menikmati kesuksesan dalam karier.
“Saat itu usia saya 46 tahun karier sedang moncer, jadi anggota DPR dan memimpin organisasi Kowani, sementara itu Pak Agum juga sedang memiliki karier bagus di kesatuannya. Tiba-tiba vonis itu datang, hal itu membuat saya syok. Selama 2 minggu saya hanya berdiam diri di kamar, nggak mau bertemu orang. Alhamdulillah suami dan anak-anak menguatkan. Selain itu saya juga ingat pesan Ibu saya bahwa menjadi perempuan itu harus tangguh dan mandiri,” kenang Linda.
Istilah wanita ‘disudut ruangan’ menurut Linda adalah gambaran perempuan yang tengah terpuruk dan hanya meratapi nasibnya. Istilah tersebut diperolehnya dari sebuah nasehat yang disampaikan salah seorang sahabat terbaiknya.
“Beliau menasehati saya, jangan mau menjadi perempuan yang hanya terdiam di sudut ruangan. Menurut beliau, perasaan sedih, marah, kecewa , syok adalah hal yang lumrah terjadi pada saat seseorang mendapatkan sebuah peristiwa tidak mengenakkan dalam hidupnya. Tapi jangan terlalu larut dalam suasana kesedihan itu, bangkitlah berdiri. Lakukan sesuatu untuk segera lepas dari keterpurukan itu,” papar Linda.
Usai mendengar nasihat tersebut, Linda segera bangkit, segera memiliki keputusan untuk pergi melakukan pengobatan ke Belanda. Karena pada saat itu fasilitas pengobatan kanker payudara di dalam negeri masih terbilang langka.
“Pada saat itu saya memiliki nazar di dalam diri saya. Yaitu apabila Allah masih berikan saya umur yang Panjang, saya berjanji akan membuat orang lain , khususnya kaum perempuan untuk dapat sembuh dari kanker payudara,” ujar Linda.
Saat ini, YKPI yang dipimpinnya memberi edukasi, pendampingan kepada pasien kanker untuk tetap bersemangat mengejar kesembuhan. “Kami turun ke daerah-daerah memberikan edukasi tentang kanker, memberi pemahaman jika sudah divonis kanker jangan pergi ke pengobatan alternatif, tradisional tapi lakukan pengobatan secara medis. Karena penyakit berkejaran dengan waktu,” ujarnya.
Serupa Tri Mumpuni, Linda juga tidak menafikkan bahwa pembentukan karakter diri sejak dini perlu dilakukan, agar ketika menghadapi kondisi tak terduga , seorang perempuan dapat menghadapinya dengan tenang. []