Dia mencatat bahwa struktur tersebut beroperasi dengan prinsip sama yang menginspirasi pembuatan jam matahari di era China kuno. “Banyak yang mengatakan kepada saya bahwa masyarakat China dan Peru akan langsung merasakan kehangatan saat pertemuan pertama mereka dan akan merasa seperti mengalami deja vu saat mengapresiasi artefak kuno masing-masing,” tulisnya.
Sejak menjabat sebagai presiden China, Xi telah menjadikan pertukaran budaya sebagai ciri khas pendekatan diplomatiknya. Pertukaran budaya merupakan sebuah proyek yang bertujuan untuk “mendekatkan hati dan pikiran masyarakat serta membangun masa depan yang lebih baik,” ujarnya, sebuah keyakinan yang telah dipegangnya sejak bekerja di posisi tingkat daerah.
Pada 2005, sebagai ketua Partai di Zhejiang, dia mengirimkan surat ucapan selamat pada pembukaan program Pekan Budaya pertama provinsi tersebut di Eropa. Di antara sorotan utama acara itu, yang diadakan di Alpes-Maritimes di Prancis, adalah pameran lukisan karya petani dan nelayan setempat, yang merupakan bentuk unik dari seni rakyat China yang menggambarkan ritme dan keindahan kehidupan pedesaan dan pesisir melalui warna-warna yang hidup dan bentuk-bentuk menarik.
Sebagai Presiden China, Xi secara konsisten mengadvokasi sikap saling menghormati, saling memahami, dan pembelajaran bersama antara budaya dan peradaban yang berbeda.
Dalam kunjungan kenegaraannya ke Prancis pada Mei tahun lalu, dia membawa terjemahan bahasa Mandarin dari novel-novel klasik Prancis sebagai hadiah untuk Presiden Prancis Emmanuel Macron. Sebagai gantinya, Macron menghadiahkan sebuah karya khusus dari penulis Prancis, Victor Hugo.
Berkat dorongannya yang gigih, pertukaran budaya antara China dan negara-negara lain berkembang pesat. Dalam satu dekade terakhir, China telah menyelenggarakan lebih dari 30 program tahun budaya dan pariwisata dengan negara-negara lain, terutama yang berpartisipasi dalam kerja sama Sabuk dan Jalur Sutra.
“Peradaban China … telah menjadi seperti sekarang ini melalui interaksi yang terus-menerus dengan peradaban lain,” kata Xi dalam upacara pembukaan Konferensi Dialog Peradaban Asia yang diselenggarakan pada Mei 2019 di Beijing.
“Isolasi diri dalam jangka panjang akan menyebabkan sebuah peradaban mengalami kemunduran, sementara pertukaran dan pembelajaran bersama akan menopang perkembangannya. Sebuah peradaban hanya dapat berkembang melalui pertukaran dan pembelajaran bersama dengan peradaban lain,” imbuhnya.

BERBAGAI WARNA PERADABAN
Di tahun-tahun belakangan ini, beberapa akademisi dan politisi di Barat telah memunculkan kembali teori benturan peradaban, yang pertama kali dikemukakan oleh ilmuwan politik Amerika Serikat, Samuel Huntington, pada 1993. Mereka menggambarkan beberapa peradaban lebih unggul dibandingkan peradaban lainnya dan berusaha memecah belah negara-negara melalui garis ideologi dan ras.
Latar belakang dari kebangkitan sentimen tersebut adalah dunia yang sedang mengalami transformasi yang belum pernah terjadi sebelumnya dan jarang terlihat dalam satu abad terakhir. Negara-negara Global South, yang secara kolektif sedang bangkit, menuntut hak mereka yang sah untuk modernisasi dengan suara yang lebih lantang, sementara kesenjangan global dalam hal perdamaian, keamanan, pembangunan, dan tata kelola semakin besar.
Dalam pandangan Xi, tidak ada peradaban di dunia ini yang lebih unggul dari yang lain, dan setiap peradaban itu setara dan unik. “Peradaban datang dengan warna yang beragam, dan keragaman tersebut membuat pertukaran dan pembelajaran bersama di antara peradaban menjadi relevan dan berharga,” ujarnya dalam sebuah pidato di kantor pusat UNESCO di Paris pada 2014.
Beberapa bulan setelah dia mengajukan GCI pada 2023, Xi menjelaskan dalam sebuah acara di San Francisco bahwa inisiatif itu dimaksudkan “untuk mendorong komunitas internasional mengatasi ketidakseimbangan antara kemajuan material dan budaya serta bersama-sama mempromosikan kemajuan peradaban manusia yang berkelanjutan.”
Inisiatif global China, termasuk GCI, mendukung tatanan yang egaliter dan inklusif dalam mewujudkan tata kelola global yang adil dan koheren, ujar Ong Tee Keat, Presiden Belt and Road Initiative Caucus for Asia-Pacific sekaligus mantan menteri transportasi Malaysia.
Sementara itu, dia mengatakan, “GCI telah menyampaikan pesan yang jelas bahwa semua negara memiliki hak untuk memilih jalur pembangunan mereka sendiri dalam mengejar modernisasi, yang tidak selalu identik dengan Westernisasi (Pembaratan).”
Pada September 2024, dalam upacara pembukaan KTT Forum Kerja Sama China-Afrika, Xi mengajukan 10 aksi kemitraan untuk modernisasi, dengan yang pertama adalah “Aksi Kemitraan untuk Pembelajaran Bersama Antarperadaban.”
“China akan meningkatkan pertukaran antarmasyarakat dan budaya dengan Afrika, memperjuangkan sikap saling menghormati, inklusivitas, dan koeksistensi peradaban yang berbeda dalam perjalanan kita menuju modernisasi, dan berjuang bersama untuk hasil yang lebih bermanfaat di bawah GCI,” ujar Xi.
Seiring dengan tatanan dunia yang dirancang untuk melayani kepentingan negara-negara Barat tidak lagi memenuhi kebutuhan dan aspirasi negara-negara Global South yang terus berkembang, seruan untuk perubahan merupakan respons yang alami, kata Ong, pakar dari Malaysia
“Hal ini harus terjadi … bebas dari subordinasi mental. Hanya dengan demikian, lingkungan yang kondusif bagi modernisasi dan pembangunan suatu bangsa dapat dibangun,” ujarnya. “Dalam hal ini, GCI tidak diragukan lagi berfungsi sebagai pendorong yang kuat.” Selesai