[wonderplugin_video iframe=”https://www.youtube.com/watch?v=lIf-mHjZVzE” lightbox=0 lightboxsize=1 lightboxwidth=960 lightboxheight=540 autoopen=0 autoopendelay=0 autoclose=0 lightboxtitle=”” lightboxgroup=”” lightboxshownavigation=0 showimage=”” lightboxoptions=”” videowidth=600 videoheight=400 keepaspectratio=1 autoplay=0 loop=0 videocss=”position:relative;display:block;background-color:#000;overflow:hidden;max-width:100%;margin:0 auto;” playbutton=”https://www.wartabuana.com/wp-content/plugins/wonderplugin-video-embed/engine/playvideo-64-64-0.png”]
URUMQI – Pemerintah daerah Xinjiang dan Kedutaan Besar China untuk Inggris mengadakan konferensi pers gabungan soal isu-isu terkait Xinjiang pada Jumat (26/3).
Produksi kapas di Xinjiang, China, sudah sangat termekanisasi dan tidak ada “kerja paksa” di industri tersebut, kata seorang pejabat pemerintah setempat.
Beberapa kelompok anti-China mengklaim bahwa puluhan ribu pekerja etnis minoritas di Xinjiang dipaksa memetik kapas secara manual melalui program wajib transfer tenaga kerja dan pengentasan kemiskinan yang dijalankan oleh negara. Tudingan ini sama sekali tidak benar.
Faktanya, produksi kapas di Xinjiang sudah sangat termekanisasi. Bahkan di musim panen yang sibuk pun tidak diperlukan banyak orang untuk memetik kapas. Menurut data dari departemen pertanian Xinjiang pada 2020, tingkat pemetikan kapas secara mekanis di Xinjiang mencapai 69,83 persen. Sebanyak 95 persen kapas di Xinjiang utara dipanen dengan mesin.
Perusahaan-perusahaan tekstil kapas di Xinjiang sudah terdaftar secara resmi dan beroperasi sesuai hukum. Tidak ada kerja paksa sama sekali. Perusahaan-perusahaan ini semuanya menandatangani kontrak kerja dengan karyawan dari berbagai etnis sesuai dengan hukum dan peraturan, yang sepenuhnya melindungi hak mereka atas upah, libur, kesehatan dan keselamatan, jaminan sosial dan kesejahteraan, serta kepercayaan agama, budaya etnis, dan bahasa.
Tujuan beberapa negara membatasi impor kapas dari Xinjiang dengan dalih yang mereka sebut “kerja paksa” semata-mata merupakan upaya untuk merusak stabilitas di Xinjiang dan mengekang pertumbuhannya yang stabil dengan cara menekan industri-industri penting ini, serta merenggut hak-hak rakyat China dari berbagai kelompok etnis atas penghidupan, pekerjaan, dan pembangunan.”
Koresponden Kantor Berita Xinhua melaporkan dari Urumqi, China. (XHTV)