Tarif, jika diterapkan, secara harfiah adalah pajak yang dimasukkan ke dalam rantai pasokan dan seseorang harus membayarnya, kata Stephen Lamar, presiden sekaligus ketua eksekutif Asosiasi Pakaian Jadi & Alas Kaki Amerika (American Apparel & Footwear Association/AAFA).
oleh penulis Xinhua Liu Yanan
NEW YORK CITY, 24 Januari (Xinhua) — Para pelaku industri dari Amerika Serikat (AS) dan negara-negara lain menyampaikan peringatan soal tarif tambahan yang diterapkan AS terhadap tekstil dan pakaian jadi.
Meskipun mungkin ada rasa lega karena Presiden AS Donald Trump tidak membuat pengumuman tarif saat hari pelantikannya pada Senin (20/1), kecemasan tetap ada karena tarif mungkin masih akan diberlakukan, kata Stephen Lamar, presiden sekaligus ketua eksekutif Asosiasi Pakaian Jadi & Alas Kaki Amerika (American Apparel & Footwear Association/AAFA).
Berbicara pada Rabu (22/1) dalam sebuah diskusi panel di ajang Texworld NYC, yang merupakan pameran dagang pengadaan tekstil dan pakaian jadi terbesar di East Coast, Lamar berkata, “Ketidakpastian ini benar-benar berdampak buruk pada banyak orang, karena mereka ingin membuat keputusan, tetapi sulit untuk melakukannya ketika masih belum jelas apa yang akan terjadi ke depannya.”
Tarif, jika diterapkan, secara harfiah adalah pajak yang dimasukkan ke dalam rantai pasokan dan seseorang harus membayarnya, ujar Lamar.
Pada akhirnya, tarif akan berdampak kepada konsumen, lanjut Lamar. Dia melihat tarif dan regulasi sebagai dua pendorong utama untuk biaya rantai pasokan pada 2025.
Dalam kampanye kepresidenannya pada 2024, Trump mengancam akan memberlakukan tarif universal sebesar 10 hingga 20 persen terhadap semua barang impor.
Jonathan Gold, wakil presiden kebijakan rantai pasokan dan bea cukai di Federasi Ritel Nasional (National Retail Federation) AS, menyampaikan kekhawatirannya.
Tarif memang meningkatkan biaya karena tarif tidak dibayar oleh pemerintah, negara, atau entitas asing, melainkan dibayar oleh pengimpor AS, tutur Gold.
Kenaikan tarif tersebut terlalu besar untuk diserap oleh para pengimpor, dan mereka harus membebankan biaya-biaya tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung, kepada konsumen akhir, imbuh Gold.
Memorandum berjudul “Kebijakan Perdagangan America First” yang diterbitkan Trump pada Senin menyebutkan bahwa “sesungguhnya tentu merupakan peringatan bagi sekutu dan musuh bahwa pemerintahan ini sedang mempertimbangkan berbagai tarif berdasarkan banyak alasan,” kata Blake Harden, wakil presiden perdagangan internasional di Asosiasi Pemimpin Industri Ritel (Retail Industry Leaders Association/RILA).
Jika Trump menindaklanjuti ancamannya dan memberlakukan tarif 25 persen untuk impor dari Meksiko dan Kanada, dampaknya akan lebih besar bagi konsumen akhir, ujar Carlos Couttolenc Lopez, presiden Textiles La Libertad, sebuah perusahaan tekstil Meksiko yang berpartisipasi dalam Texworld NYC.
Lopez mengatakan kepada Xinhua bahwa dia harus menaikkan harga atau pembeli harus menanggung tarif tambahan tersebut, yang akan berpengaruh pada harga akhir garmen.
Perdagangan bebas antara Meksiko, AS, dan Kanada akan sulit jika AS menetapkan tarif, kata Lopez, yang juga menjabat sebagai direktur jenderal klaster industri tekstil bernama iTEXCON.
Lopez menjalankan sebuah bisnis yang telah turun-temurun tiga generasi dengan karyawan sekitar 160 orang. AS telah mengambil sekitar 40 persen pangsa pasarnya, tetapi hanya dengan margin keuntungan satu digit saat ini.
“Kami khawatir, tetapi kami harus menunggu. Kami tidak dapat melakukan apa-apa saat ini. Jika mereka menerapkan tarif, kami harus mencari cara untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan pelanggan Amerika kami,” tutur Lopez.
Masyarakat khawatir bahwa pemerintahan baru AS ini akan memberlakukan tarif tambahan pada barang-barang yang masuk ke pasar AS dari negara lain, ujar Vuong Duc Anh, seorang eksekutif di Vietnam National Textile and Garment Group (Vinatex).
“Presiden baru seharusnya melakukan pertimbangan dengan sangat hati-hati, karena jika (Anda) menaikkan tarif, konsumen AS akan menanggung biayanya,” kata Anh kepada Xinhua.
Jika tarif baru diberlakukan, inflasi mungkin akan kembali dan hal itu akan memberikan tekanan pada Federal Reserve sehubungan dengan rencana bank sentral AS itu untuk memangkas suku bunga lebih lanjut, ungkap Anh.
“Saya berharap hal itu tidak akan terjadi. Namun, jika itu terjadi, kami harus menerimanya. Jadi, kami harus mencari cara untuk menurunkan biaya produksi kami, dan kami harus menemukan cara untuk berbagi dengan pembeli kami,” imbuh Anh. Selesai