LOS ANGELES, 2 Juli (Xinhua) — Studi baru yang dipimpin oleh tim ilmuwan di Institut Kesehatan Nasional (National Institutes of Health/NIH) Amerika Serikat (AS) menemukan bahwa dua bentuk terapi hormon yang umum dapat memengaruhi risiko kanker payudara pada wanita di bawah usia 55 tahun.
Menurut studi itu, wanita yang menerima terapi hormon estrogen (estrogen hormone therapy/E-HT) tanpa lawan berisiko lebih rendah terkena kanker payudara dibandingkan dengan wanita yang tidak menggunakan terapi hormon. Sebaliknya, wanita yang diobati dengan terapi hormon kombinasi estrogen plus progestin (estrogen plus progestin hormone therapy/EP-HT) ditemukan berisiko lebih tinggi terkena kanker payudara.
Temuan tersebut, yang dipublikasikan pada Senin (30/6) di dalam jurnal Lancet Oncology, didasarkan pada analisis data yang ekstensif terhadap lebih dari 459.000 wanita berusia di bawah 55 tahun di Amerika Utara, Eropa, Asia, dan Australia.
“Studi kami memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai risiko yang berkaitan dengan berbagai jenis terapi hormon, yang kami harapkan dapat membantu pasien dan dokter mereka untuk mengembangkan rencana perawatan yang lebih informatif,” ujar Katie O’Brien, peneliti utama dalam studi ini yang juga peneliti di Institut Ilmu Kesehatan Lingkungan Nasional (National Institute of Environmental Health Sciences/NIEHS) yang dinaungi NIH.
Studi ini menemukan bahwa penggunaan E-HT berkaitan dengan penurunan insidensi kanker payudara sebesar 14 persen jika dibandingkan dengan non-pengguna. Dampak protektif terapi E-HT lebih menonjol di antara wanita yang memulai E-HT pada usia yang lebih muda atau menggunakannya dalam durasi yang lebih lama.
Sebaliknya, wanita yang menggunakan EP-HT mengalami risiko kanker payudara 10 persen lebih tinggi, yang meningkat menjadi 18 persen di antara mereka yang menggunakan terapi ini selama lebih dari dua tahun.
Risiko kumulatif kanker payudara sebelum usia 55 tahun diperkirakan mencapai 3,6 persen untuk pengguna E-HT, 4,5 persen untuk pengguna EP-HT, dan 4,1 persen untuk wanita yang tidak pernah menggunakan terapi hormon, papar studi tersebut.
Para peneliti juga menyampaikan bahwa peningkatan risiko yang berkaitan dengan EP-HT sangat signifikan di antara wanita yang belum pernah menjalani histerektomi atau ooforektomi, sehingga menekankan pentingnya mempertimbangkan riwayat operasi saat mengevaluasi pilihan terapi hormon.
“Temuan-temuan tersebut menggarisbawahi perlunya saran medis yang dipersonalisasi saat mempertimbangkan terapi hormon,” ujar Dale Sandler, ilmuwan NIEHS yang juga peneliti senior dalam studi ini. Selesai