NANNING, Li Yueyao, seorang pemilik toko yang tinggal di Kota Nanning, Daerah Otonom Etnis Zhuang Guangxi, China selatan, menyadari bahwa dirinya semakin tertarik kepada tarian Bali sejak perempuan kelahiran tahun 1970-an itu mengikuti gurunya belajar tarian Indonesia dan menghabiskan kebanyakan waktu luangnya menekuni hobi baru itu.
“Pesona tarian Bali bukan hanya karena gayanya yang sederhana dan klasik, tetapi yang lebih penting adalah tarian itu membangkitkan banyak bayangan indah tentang kebudayaan tradisional Indonesia bagi orang-orang, jadi saya yakin tarian Indonesia akan memukau lebih banyak penggemar,” ujar Li.
Tarian Bali merupakan salah satu tarian Indonesia yang paling tersohor di dunia. Setelah diwariskan dari generasi ke generasi dan diperbarui oleh para senimannya, gaya penampilan dan karakteristiknya menjadi lebih menonjol dan menarik. Seiring dengan makin banyaknya kerja sama China-ASEAN yang telah dilakukan, tarian Bali menjadi viral di banyak tempat di China dan berhasil menarik penggemar baru.
Rumah Li berada di Zona Pengembangan Ekonomi dan Teknologi Guangxi-ASEAN. Wilayah tersebut dulunya merupakan lahan pertanian terbesar bagi keturunan Tionghoa di luar negeri yang pulang ke China dan telah dihuni 12.000 orang keturunan Tionghoa yang pulang ke tanah air leluhurnya. Termasuk para penghuni dari Indonesia, Vietnam, dan Malaysia. Kalangan keluarga Tionghoa-Indonesia lokal kebanyakan masih menjaga gaya hidup seperti di Indonesia, misalnya menikmati tarian Indonesia.
Sejak 20 tahun lalu, Li sudah mulai mengenal tarian rakyat Indonesia dan sudah cukup terampil untuk menari, tetapi dia tidak ingin melewatkan kesempatan untuk belajar tarian Indonesia secara sistematis. Ketika pelajaran tarian Indonesia diadakan, Li dan teman akrabnya, Deng Xuemei, tanpa ragu-ragu mendaftar dan mengikutinya.
Pada sore hari, para pria dan wanita setempat kerap berkumpul dengan memakai busana tradisional Indonesia yang berwarna-warni di Alun-Alun Damaoshan di Kota Nanning, Daerah Otonom Etnis Zhuang Guangxi, China selatan. Bila cuaca baik, “pesta tarian” akan digelar di alun-alun itu dan kegiatan ini sudah semakin terkenal.
Diiringi lantunan musik khas Indonesia yang begitu merdu dan menyenangkan, para wanita yang mengenakan pakaian berpayet gemerlapan dan memakai hiasan kepala yang cantik serta para pria yang biasanya memakai baju bermotif indah menari berkelompok, berpasangan, atau sendirian. Suasananya memang sangat meriah.
Deng sudah menjadi peserta aktif di “pesta tarian” tersebut. “Tarian Indonesia membuat saya senang, musik yang bernada ceria membuat saya tidak sanggup menahan diri untuk menari,” tuturnya.
Menurut Deng, tarian masyarakat Indonesia sudah menjadi unsur vital dalam acara pernikahan dan perayaan tahun baru di tempatnya. Teman-teman akrabnya juga gemar menari setelah makan bersama untuk menghibur diri.
Saat ini Deng sedang mengikuti pelajaran tarian Indonesia via internet dan membeli banyak kostum serta perhiasan khusus. “Pakaian dan dekorasi tarian Indonesia biasanya berwarna cerah. Setiap kali saya menemukan yang cantik, saya pasti membelinya,” ujarnya.
Deng mengaku telah memiliki banyak sekali hiasan, pakaian, dan alat-alat tarian Indonesia, tetapi dia masih tetap ingin membeli yang baru, misalnya sarung yang baru dibelinya ketika mengikuti kursus menari itu. Menurutnya, baju dan dekorasi khusus adalah salah satu kunci untuk menampilkan tarian Indonesia yang autentik.
Qiu Xiang, seorang warga keturunan Tionghoa-Indonesia dari Guangxi, kini tinggal di Hong Kong, China selatan. Karena kepandaiannya dalam tarian Indonesia, Qiu sering kali diundang ke acara kebudayaan Indonesia di Guangxi maupun Hong Kong.
Qiu sudah menyaksikan betapa kaum muda keturunan Tionghoa-Indonesia maupun pemuda setempat tertarik dengan tarian Indonesia. Bahkan ada yang mengundang guru dari Indonesia ke China untuk mengajar tarian yang semakin digemari di China itu.
Qiu teringat ketika dirinya berkunjung ke Bali beberapa tahun lalu. Dia pernah menonton tarian tradisional lokal dan sangat tertarik. Kini, sanak kerabat dan teman Qiu juga sering mengirim video terbaru tentang tarian populer Indonesia kepada Qiu agar dia bisa belajar dengan semestinya.
Qiu sendiri pernah mengikuti sejumlah acara penting. Misalnya dalam perayaan peringatan 70 tahun berdirinya Republik Rakyat China yang digelar di Guangxi pada 2019, dia merancang koreografi tarian dan nyanyian berunsur kebudayaan Indonesia.
Qiu mengaku bahwa sebagai orang China dan berdarah Indonesia, dia harus memikul tanggung jawabnya untuk mendorong pertukaran kebudayaan China dan Indonesia.
Seniman tari muda Indonesia Ikhwan Maulfi pernah berkuliah di Guilin, Guangxi. Dia mengacungkan jempol bagi kaum muda China atas antusiasme mereka belajar tarian Indonesia. “Di Guilin dan Guangzhou ada kursus tarian yang mengundang saya untuk mengajar, total kira-kira ada 40 orang siswa,” ujar Ikhwan.
Kini, Universitas Seni Guangxi sudah membuka kelas tari Asia Tenggara. Ikhwan juga turut mengajar dan membuat koreografi tarian dengan siswa-siswanya. Dia sangat terkesan melihat betapa tertariknya para siswa pada tarian Indonesia dan betapa fokus mereka saat mempelajari gerakan dan konotasi tarian tersebut.
Seiring dengan bertambahnya penggemar tarian Indonesia di China, Li dan Qiu juga menemukan masalah baru, yaitu kurangnya pelatih profesional dan video pelajaran. Mereka berencana menunggu pandemi berlalu dan akan bersama-sama mengunjungi Bali untuk belajar tarian lokal, sehingga lebih mendorong pertukaran kebudayaan China-Indonesia. [Xinhua]