Orang-orang berpartisipasi dalam aksi unjuk rasa menuntut kenaikan batas usia untuk penjualan senjata api AR-15 di Austin, Texas, Amerika Serikat, pada 27 Agustus 2022. (Xinhua/Bo Lee)
NEW YORK CITY, 9 Oktober (Xinhua) — Jumlah perkiraan penjualan senjata api meroket hingga 80 persen, melampaui 2,3 juta dalam satu bulan untuk kali pertama di Amerika Serikat (AS) pada Maret 2020, saat upaya karantina wilayah (lockdown) pertama terkait pandemi COVID-19 diterapkan di negara itu, demikian dilaporkan oleh portal berita AS HuffPost pekan lalu.
“Penjualan senjata api beberapa kali mencapai puncak bulanan selama tahun berikutnya,” papar laporan itu, mengutip analisis data dari National Shooting Sports Foundation (NSSF), kelompok perdagangan industri senjata api.
Lebih dari dua tahun kemudian, dengan periode terburuk pandemi telah lama berakhir, COVID-19 tampaknya telah meninggalkan warisan yang kekal di sektor penjualan senjata api, dengan warga AS masih berpotensi mencatatkan tahun pembelian senjata api tertinggi ketiga sepanjang masa, menurut juru bicara NSSF Mark Oliva.
Kekhawatiran bahwa gelombang kejahatan akan membuat polisi kewalahan tampaknya mendorong lonjakan pandemi awal pada Maret 2020 lalu, kata sebagian besar pakar yang diwawancarai oleh HuffPost.
Namun, “penjualan tampaknya juga berulang kali memecahkan rekor baru di setiap peristiwa yang berbeda,” sebut laporan itu.
Sebagai contoh, aksi unjuk rasa pada musim panas 2020 menyusul pembunuhan warga Afrika-Amerika George Floyd oleh petugas polisi kulit putih meningkatkan ketakutan akan kejahatan di beberapa komunitas, dan memicu ketakutan akan polisi di komunitas lainnya, dengan kedua tren tersebut kemungkinan menjadi pemicu meningkatnya pembelian senjata api, tambah laporan itu. [Xinhua]