Hu Yongxiang (kedua dari kiri di podium) menyaksikan murid-muridnya memotong bawang saat jam pelajaran fisika di Sekolah Menengah Ketiga Distrik Hongsibu di Kota Wuzhong, Daerah Otonom Etnis Hui Ningxia, China barat laut, pada 4 September 2024. (Xinhua/Ai Fumei)
YINCHUAN, 14 Oktober (Xinhua) — Dua siswa berdiri di depan kelas sambil memegang kedua ujung sebuah papan panjang, sementara dua lainnya berdiri di antara mereka dan memotong bawang secepat mungkin. Keterampilan memotong yang ditunjukkan salah satu dari mereka mengundang decak kagum siswa-siswa lainnya.
Tak lama kemudian, keempat siswa yang berada di depan kelas itu dan beberapa siswa yang duduk di barisan depan bergegas mencari tisu untuk menyeka air mata.
“Anak-anak, mengapa mereka menangis saat memotong bawang? Tahukah kalian apa nama fenomena ini?” Setelah demonstrasi yang sangat seru itu, Hu Yongxiang, seorang guru fisika di Sekolah Menengah Ketiga Distrik Hongsibu di Kota Wuzhong, Daerah Otonom Etnis Hui Ningxia, China barat laut, mengajukan pertanyaan-pertanyaan tersebut untuk memperkenalkan konsep pergerakan termal (thermal motion), yang menjadi fokus dalam pelajaran hari itu.
Ciri khas dari kelas Hu adalah mengubah konsep fisika abstrak menjadi eksperimen dan permainan yang menarik, yang membantu menanamkan antusiasme untuk mempelajari fisika dalam diri para siswanya.
“Kelasnya menyenangkan dan seru. Eksperimen-eksperimen tersebut terukir di benak kami, sehingga kami tidak hanya menghafal, tetapi juga belajar untuk menerapkannya,” kata Wang Tao, salah satu siswa Hu.
Selain di sekolah, Hu juga melakukan eksperimen fisika secara onlinemelalui video-video pendek, yang menjadi sensasi di kalangan warganet China. Mereka menyampaikan beragam komentar, seperti “Jelas tidak akan ada yang tertidur di kelas yang seperti itu” dan “Andai saya bertemu guru fisika ini ketika masih bersekolah, saya pasti akan berhasil masuk perguruan tinggi!”
Meski mendapat pujian luar biasa di dunia maya, Hu tetap rendah hati. “Saya sebenarnya tidak istimewa. Saya hanya sangat mencintai pekerjaan ini, jadi saya mungkin akan berusaha lebih keras daripada orang lain,” tuturnya.
Pria berusia 45 tahun itu menjadi guru sekolah dasar di Distrik Hongsibu setelah lulus kuliah pada 2005, dan sudah mengajar di beberapa sekolah dasar di daerah pedesaan. Pada 2012, Hu dipindahkan ke sekolah menengah pertama yang baru didirikan melalui ujian seleksi.
Foto yang diabadikan pada 4 September 2024 ini menunjukkan peralatan eksperimen yang dibuat sendiri oleh Hu Yongxiang, dengan material yang sudah tidak terpakai, di Kota Wuzhong, Daerah Otonom Etnis Hui Ningxia, China barat laut. (Xinhua/Ai Fumei)
Dari sekolah dasar hingga sekolah menengah pertama, Hu selalu bersemangat untuk mengajar. Namun, kenyataan berkata lain. Beberapa siswa tertidur lelap di meja mereka meskipun Hu berpikir dirinya sudah mengajar dengan baik.
“Saya sangat frustrasi karena wakil kepala sekolah kami saat itu mengatakan kepada saya bahwa jika siswa tidur di kelas, itu bukan kesalahan siswa, tetapi kesalahan guru,” kenang Hu.
Setelah itu, Hu mulai merenung dan mencoba menjadikan kelasnya lebih menyenangkan. Hu menghadirkan eksperimen-eksperimen yang ada di buku pelajaran ke kelasnya, serta mempelajari eksperimen fisika dengan menonton televisi dan melalui ponsel pintar. Selain itu, karena kurangnya peralatan, Hu menggunakan uangnya sendiri untuk membeli peralatan baru dan bahkan membawa pulang botol, kaleng, kabel, dan barang-barang bekas lainnya yang mungkin diperlukan di kelas.
Untuk mencapai hasil terbaik, Hu selalu melakukan eksperimen berulang kali dan mengambil pelajaran dari eksperimen tersebut. Sebagai contoh, untuk menjelaskan gaya dan tekanan, Hu membuat ulang instrumen pengajarannya beberapa kali dan akhirnya menciptakan pegboardsederhana yang terbuat dari semen dan kayu. Untuk mendemonstrasikan konversi antara energi kinetik dan energi potensial, Hu awalnya menggunakan plastik untuk membuat model roller coaster, tetapi hasilnya tidak sesuai dengan harapannya. Akhirnya, Hu beralih menggunakan tabung baja antikarat dan berhasil mencapai targetnya.
“Saya percaya bahwa minat adalah guru terbaik. Jika siswa menyukai guru dan kelasnya, mereka akan bisa belajar dengan baik,” papar Hu.
Selama hampir 20 tahun berkarier, Hu tidak pernah merasa jenuh. Kini, sebagai guru fisika sekaligus wakil kepala sekolah, tanggung jawabnya menjadi jauh lebih berat. “Dibandingkan dengan apa yang saya ajarkan kepada para siswa, saya mendapat lebih banyak kegembiraan dari apa yang mereka berikan kepada saya,” kata Hu.
Di akun media sosial miliknya, Hu merekam setiap momen saat dirinya tersentuh dengan apa yang dilakukan oleh siswanya, seperti sepasang sol sepatu yang diberikan kepadanya saat kelulusan, berbagai buah yang ditinggalkan untuknya di ambang jendela, kunjungan saat liburan, dan masih banyak lagi. Beberapa warganet menggambarkan hal ini sebagai “interaksi timbal balik antara guru dan siswa yang paling indah!”
Apresiasi yang diterima Hu tak hanya sesaat. Tahun lalu, Hu menerima paket spesial berisi hampir 300 buku catatan berisi ucapan terima kasih yang ditulis oleh seluruh mantan siswanya yang telah diterima di perguruan tinggi. Para siswa ini tidak melupakan Hu, yang sering memberikan hadiah berupa lolipop dan pulpen kepada siswa yang membuat kemajuan besar.
“Pendidikan merupakan sebuah proses di mana satu hati menerangi hati yang lainnya, dan seorang guru yang baik adalah guru yang mampu membangkitkan rasa ingin tahu ilmiah para siswanya serta membantu mereka meraih impian,” kata Hu, yang masih yakin bahwa setiap hari adalah hari baru yang layak dilalui dengan usaha terbaiknya. [Xinhua]