HARBIN, Qiu Shi dan rekan-rekannya kerap menghabiskan belasan jam berpatroli di pegunungan dengan hanya berbekal beberapa roti dan sosis. Kehidupan sehari-hari mereka tergolong keras dan menuntut kekuatan fisik, tetapi tetap sangat memuaskan.
Mereka adalah anggota tim jagawana wanita pertama di Taman Nasional Harimau dan Macan Tutul China Timur Laut. Di bawah binaan biro kehutanan dan padang rumput Kota Dongning, Provinsi Heilongjiang, tim tersebut dibentuk pada 2019 untuk membantu upaya perlindungan satwa liar, sembari menyediakan lapangan kerja bagi kaum wanita setempat.
Qiu (36) adalah yang tertua dari enam anggota petugas patroli lainnya, yang rata-rata merupakan kelahiran tahun 1980-an dan 1990-an. Tugas yang mereka emban adalah berpatroli dan melindungi harimau Siberia, macan tutul Amur, serta sejumlah satwa liar lainnya.
Qiu mengungkapkan bahwa pekerjaannya itu telah membawanya lebih dekat dengan alam, dan dia senang mendapat kesempatan untuk melindungi hewan liar dan habitat mereka.
“Setiap patroli yang kami lakukan di pegunungan membutuhkan puluhan ribu langkah. Pada musim panas, pakaian para petugas patroli sering kali basah kuyup oleh keringat,” kata Li Gang, Wakil Direktur Pertanian Hutan Chaoyanggou di Dongning.
Li menuturkan bahwa tim tersebut dibentuk untuk berpatroli di hutan dan melindungi satwa liar, dan kini mereka telah memperoleh banyak pengetahuan tentang lingkungan pegunungan tempat mereka beroperasi.
“Kami mengamati tidak hanya jejak-jejak kaki manusia, tetapi juga jejak hewan. Jejak hewan dapat memberi tahu kami tentang populasi satwa liar di area tertentu dan berbagai aktivitas utama mereka,” kata Qiu.
Bai Xue, salah satu anggota tim, sebelumnya memiliki warna kulit yang cerah. Namun, setelah beberapa bulan berpatroli, kulitnya berubah menjadi gelap. Dia mengikuti jejak ayahnya yang bekerja sebagai jagawana dan sekarang memiliki apresiasi yang lebih besar lagi pada kehidupan ayahnya yang melelahkan itu.
Pada musim dingin, suhu di Dongning bisa turun hingga minus 20 derajat Celsius. Sebelum menuju ke gunung yang tertutup salju, para anggota tim akan saling menyemangati sambil menyerukan, “Ayo, berangkat! Ayo!”
Seruan semacam itu telah menjadi ritual, suatu ekspresi “kekuatan wanita” yang menggerakkan mereka.
Di antara tugas-tugas terpenting tim, tutur Bai, salah satunya adalah melepaskan jebakan yang dipasang pemburu untuk membunuh satwa liar. Pada awalnya, Bai tidak bisa membongkar jebakan-jebakan itu. Namun, dengan lebih banyak latihan, pekerjaan itu kini menjadi lebih mudah, meskipun tangannya pun harus dipenuhi kapalan karena pekerjaan berat tersebut.
Menurut Qiu, hewan-hewan liar bagaikan sahabat mereka, dan hal yang paling menarik dari berpatroli di pegunungan adalah memeriksa kamera yang dipasang untuk memantau pergerakan satwa.
“Setiap kali kami melihat gambar harimau Siberia tidur atau berkeliaran dengan santai, kami semua akan merasa senang,” kenangnya. “Rasanya seperti mendapatkan harta karun.”
Gambar-gambar rekaman yang diperoleh tim mengindikasikan bahwa populasi satwa liar kini semakin berkembang, tutur Qiu.
“Upaya kami telah membuahkan hasil,” ujarnya, seraya menambahkan bahwa semua data tersebut akan diteruskan kepada para ahli untuk mempelajari tentang migrasi harimau Siberia, macan tutul Amur, dan satwa lainnya.
Selama patroli mereka berlangsung, anggota tim akan meletakkan beberapa jerami, biji-bijian, dan makanan lainnya di beberapa titik pemberian makanan tambahan untuk membantu satwa liar bertahan hidup. Mereka juga menyelamatkan hewan liar yang terluka di mana pun mereka menemukannya.
Meski pekerjaannya berat dan membutuhkan waktu berhari-hari, Qiu mengaku berniat melanjutkan perannya tersebut, dan bertekad untuk melindungi satwa liar di habitat alami mereka yang penting ini. [Xinhua]