BEIJING, Selama tiga pekan terakhir, Zhao Zhengyan terus berjuang memerangi COVID-19 di kampus Universitas Teknologi Beijing di Distrik Chaoyang, salah satu daerah di ibu kota China yang paling parah dilanda kemunculan kembali wabah COVID-19 terbaru.
Gelombang baru infeksi COVID-19 muncul di kota itu sejak 22 April dan memaksa kampus menerapkan manajemen tertutup.
Zhao (40) merupakan seorang pembimbing mahasiswa di Fakultas Ilmu Hayati dan Lingkungan universitas itu. Dia telah meninggalkan kampus ketika wabah mulai merebak, tetapi bergegas kembali ke kampus dan mulai sepenuhnya terlibat dalam upaya pencegahan dan pengendalian COVID-19 sejak 26 April.
“Sebagai pembimbing mahasiswa, yang paling saya khawatirkan adalah mahasiswa-mahasiswa saya. Saya segera kembali untuk memberi tahu mereka bahwa saya ada di sini bersama mereka,” ujarnya.
Setelah kembali, Zhao langsung mengunjungi para mahasiswanya di asrama untuk mencatat data kesehatan mereka dan membagikan buah-buahan. Dia juga bertugas mendampingi mahasiswa ke rumah sakit saat dibutuhkan dan memberikan kelas daring mengenai pencegahan dan pengendalian COVID-19.
“Ini adalah waktu yang menegangkan bagi kami semua pada awalnya, mengingat orang tua dan mahasiswa sama-sama menjadi cemas, dan tidak semua anggota fakultas memenuhi syarat untuk kembali ke kampus sesuai dengan tindakan pencegahan. Namun, kami menjelaskan hal ini kepada mahasiswa satu per satu, dan kami membantu meredakan kecemasan mereka,” kata Zhao.
Selain melayani mahasiswa yang menjadi tanggung jawabnya, Zhao juga bekerja sebagai sukarelawan yang membantu pelaksanaan tes asam nukleat massal di kampus dan membagikan masker serta kebutuhan sehari-hari lainnya kepada masyarakat.
“Di saat yang kritis ini, semua orang di universitas telah bersatu, dan bahkan anggota fakultas yang tidak dapat kembali ke kampus pun tetap dapat melakukan bagian mereka secara daring,” kata Zhao.
Zhao menjadi salah satu di antara banyak orang yang berusaha melakukan berbagai tugas siang dan malam demi melindungi semua mahasiswa di kampus dari ancaman virus.
“Melalui upaya tanpa henti yang dilakukan seluruh warga kampus selama berpekan-pekan, para mahasiswa kini dapat merasa lega dan sudah memulai pembelajaran daring mereka,” katanya.
Saat menghadapi situasi sulit di kampus, Zhao mengaku merasa kasihan pada putranya yang baru berusia 12 tahun.
“Saya terpaksa tinggal di kampus akhir-akhir ini dan tidak bisa pulang ke rumah untuk bertemu anak saya. Dia memeluk piyama saya sebelum tidur ketika merindukan saya,” katanya. “Namun, kembali ke kampus dan membantu mahasiswa juga merupakan tanggung jawab saya.”
Pengabdian Zhao kepada para mahasiswa telah memberinya ucapan rasa terima kasih sebagai balasan. Seorang mahasiswa, yang tidak menyebutkan namanya, mengirimkan pesan kepada Zhao yang berbunyi, “Terima kasih banyak atas kerja keras Anda,” dan menyampaikan kepadanya bahwa dia telah menghangatkan hati mereka.
Beijing telah melaporkan lebih dari 1.200 kasus COVID-19 yang ditularkan secara lokal hingga Rabu (18/5) sore waktu setempat dalam kemunculan kembali wabah terbaru. Kota itu telah mengklasifikasikan 15 area berisiko tinggi penularan COVID-19 dan 32 area berisiko sedang.
“Selama merebaknya wabah SARS pada 2003 lalu, saya, sebagai seorang mahasiswa, mengajukan diri untuk bergabung dalam upaya memerangi epidemi, dan saya yakin kali ini pun kita akan kembali memenangkan pertempuran,” tutur Zhao. [Xinhua]