URUMQI, Penandatanganan apa yang disebut “Undang-Undang (UU) Pencegahan Kerja Paksa Uighur” (Uyghur Forced Labor Prevention Act) oleh Amerika Serikat (AS) didasarkan pada kebohongan dan misinformasi yang dibuat oleh kekuatan anti-China tertentu, kata sejumlah akademisi dalam sebuah simposium di Daerah Otonom Uighur Xinjiang, China barat laut.
Para peserta simposium mengatakan bahwa apa yang disebut UU itu mengabaikan upaya luar biasa Xinjiang dalam mendorong penyediaan lapangan pekerjaan bagi warga dari semua kelompok etnis, dan bertujuan untuk melucuti hak warga dalam mengejar kehidupan yang lebih baik.
“Mengingat kondisi alam yang keras dan fondasi industri yang lemah, terdapat surplus tenaga kerja pedesaan yang tinggi di Xinjiang selatan di masa lalu,” ujar Gulnal Ederas, seorang associate professor di Fakultas Hukum Universitas Xinjiang. “Oleh karena itu, warga pedesaan di Xinjiang selatan, yang kesulitan mencari pekerjaan, telah lama terperangkap dalam kemiskinan.”
Selama bertahun-tahun, pemerintah di semua tingkatan di Xinjiang telah berupaya keras membantu warga miskin keluar dari jurang kemiskinan dengan memindahkan tenaga kerja dari daerah itu ke provinsi-provinsi dan kota lainnya, imbuh Gulnal Ederas.
“Selama bertahun-tahun, banyak pekerja dari etnis minoritas di Xinjiang telah bekerja di wilayah maju di China timur dan tengah. Mereka menguasai keahlian baru, memperluas wawasan, dan meningkatkan standar hidup mereka,” tutur Gulnal Ederas.
Namun, langkah-langkah efektif ini difitnah oleh pemerintah AS dan beberapa media Barat justru dicap sebagai “kerja paksa”. “Etnis minoritas di Xinjiang bekerja atas kemauan bebas mereka sendiri, dan mereka memiliki hak dan kebebasan untuk mengejar kehidupan yang lebih baik,” ujar Sabina Mutallip, seorang dosen di Xinjiang Normal University. [Xinhua]