MOSKOW – Perwakilan Khusus Presiden Rusia untuk Afghanistan Zamir Kabulov mengatakan bahwa Moskow berupaya membangun hubungan normal dengan Taliban dan akan menahan diri dari memaksakan nilai-nilai luar.
“Kedutaan besar kami terus aktif beroperasi di Kabul,” seperti dilaporkan kantor berita TASS, mengutip Kabulov.
“Kita perlu menjaga hubungan normal dengan pemerintah Afghanistan mana pun,” katanya, seraya menambahkan bahwa meski Rusia masih prihatin dengan situasi militer dan politik yang berkembang di kawasan itu, tidak ada yang boleh dipaksakan kepada rakyat Afghanistan, dan nilai-nilai budaya serta agama yang ada harus dihormati.
Pejabat itu mengatakan Rusia menghormati bahwa rakyat Afghanistan mungkin memiliki persepsi mereka sendiri tentang demokrasi, sembari menambahkan institusi tradisional negara itu dapat dianggap sebagai “demokrasi bersyarat.”
Kabulov tidak mengesampingkan kemungkinan adanya serangan udara baru Amerika Serikat (AS) di Afghanistan dan mendesak pihak Barat untuk membantu menormalisasi situasi di negara itu melalui bantuan kemanusiaan daripada “menciptakan hambatan tambahan” seperti membekukan emas dan cadangan devisa Afghanistan.
Pejabat tersebut kembali menegaskan bahwa Rusia siap berpartisipasi dalam setiap upaya internasional yang bertujuan untuk memastikan “rehabilitasi sosial dan ekonomi kawasan itu.”
Pernyataan itu muncul di tengah situasi yang kacau dan berbahaya di Afghanistan.
Sebuah serangan mematikan yang terjadi di bandara Kabul pada Kamis (26/8) lalu menewaskan lebih dari 170 orang, termasuk 13 tentara AS.
Sebagai pembalasan, militer AS pada Jumat (27/8) melancarkan serangan pesawat nirawak (drone) di Provinsi Nangarhar di Afghanistan timur terhadap ISIS-K, afiliasi lokal dari kelompok ISIS, yang menewaskan dua anggota penting serta melukai seorang lainnya. Serangan udara lain dilakukan di Kabul pada Minggu (29/8) terhadap sebuah kendaraan yang dicurigai milik ISIS-K.
Pemimpin senior Taliban Abdul Haq Wasiq mengecam serangan udara AS di Afghanistan dan menggambarkan langkah itu sebagai pelanggaran kesepakatan damai AS-Taliban. [Xinhua]