BEIJING, Proposal dengan tiga pokok yang diajukan oleh Presiden China Xi Jinping, yaitu menegakkan konsensus multilateral, berfokus pada aksi nyata, dan mempercepat transisi hijau, sangat penting bagi masyarakat dunia untuk mengatasi tantangan iklim, seperti dikatakan sejumlah pakar dan cendekiawan asing.
Proposal itu disampaikan Xi dalam sebuah pernyataan tertulis untuk Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Pemimpin Dunia pada Konferensi Para Pihak PBB tentang Perubahan Iklim ke-26 (United Nations Conference of Parties on Climate Change/COP26) yang diselenggarakan di Glasgow, Skotlandia.
Penulis dan komentator politik asal Inggris Carlos Martinez mengatakan dirinya “pada dasarnya setuju” dengan proposal Xi dalam konferensi COP26. “Hal penting yang perlu kita lakukan adalah menjunjung multilateralisme. Kita harus mulai bekerja sama, berhenti saling menyalahkan,” kata Martinez.
Martinez mengimbau semua pihak agar tetap berpegang pada Perjanjian Paris dan kerangka tanggung jawab bersama namun berbeda-beda tingkatan (common but differentiated responsibilities) untuk menangani masalah iklim. “Mari kita berkoordinasi tentang bagaimana kita dapat mendukung negara-negara berkembang, terutama negara-negara terbelakang yang tidak memiliki sumber daya keuangan dan infrastruktur untuk mengurangi emisi karbon,” tambahnya.
Antony Froggatt, Wakil Direktur Environment and Society Programme Chatham House, sebuah wadah pemikir yang berbasis di London dan juga dikenal sebagai Royal Institute of International Affairs, mengatakan kerja sama global dan inovasi teknis sangat penting untuk mengatasi tantangan global seperti perubahan iklim.
Dia mencontohkan kerja sama antara Uni Eropa, China, dan Amerika Serikat, mengatakan bahwa ada potensi besar bagi ketiga pihak untuk bekerja sama dalam industri energi terbarukan seperti energi matahari dan energi angin.
“Tiga blok inilah yang tidak hanya melakukan pengerahan teknologi terbesar di dunia, tetapi juga bahwa dengan melakukannya mereka dapat memungkinkan penurunan biaya, yang memungkinkan negara-negara lain untuk juga menggunakan teknologi ini,” katanya.
Wakil Presiden Bank Investasi Infrastruktur Asia (Asian Infrastructure Investment Bank/AIIB) Danny Alexander mengatakan dia percaya bahwa transisi ramah lingkungan akan semakin cepat saat menangani perubahan iklim. “Investasi hijau dapat menjadi bagian penting dari pemulihan ekonomi selama beberapa tahun ke depan setelah pandemi COVID-19,” karena ada kebutuhan besar akan energi bersih dan proyek perkotaan seperti kereta bawah tanah, kereta api ringan, proyek air dan sanitasi, paparnya.
“Kini setiap proyek juga harus mampu beradaptasi dan tahan terhadap perubahan iklim di masa depan,” imbuhnya.
Pui Jeng Leong, seorang veteran media di Brunei, mengatakan usulan Presiden Xi untuk berfokus pada aksi nyata sangat diperlukan. Tindakan lebih bermakna dibandingkan sekadar kata-kata dalam hal upaya untuk mengatasi perubahan iklim global, katanya. Dia menambahkan, China telah melakukan upaya maksimal untuk menghormati komitmen pengurangan karbonnya serta mendorong transformasi hijau yang komprehensif dalam pembangunan. [Xinhua]