KABUL – Presiden Afghanistan Mohammad Ashraf Ghani telah meninggalkan negara itu pada Minggu (15/8) malam, sementara pasukan Taliban memasuki ibu kota, Kabul, dan menguasai istana kepresidenan.
Di laman Facebook-nya, Ghani pada Minggu malam mengonfirmasi dirinya telah meninggalkan Afghanistan, mengatakan langkah itu diambil demi mencegah pertumpahan darah.
“Jika masih ada tak terhitung banyaknya rekan senegara yang mati syahid dan mereka akan menghadapi kehancuran demi kehancuran Kota Kabul, maka hasilnya adalah bencana kemanusiaan besar di kota itu,” kata Ghani.
Taliban kini bertanggung jawab untuk melindungi martabat dan harta benda masyarakat Afghanistan, seraya menambahkan bahwa dirinya akan terus melayani bangsa itu, lanjut Ghani.
Dalam unggahan Facebook itu Ghani tidak menyampaikan keberadaan lokasinya saat ini. Beberapa laporan media menyebut dia melarikan diri ke Uzbekistan bersama istrinya. Sebelumnya pada hari yang sama, seorang pejabat senior Kementerian Dalam Negeri Afghanistan menyatakan Ghani pergi menuju Tajikistan, sementara pejabat Kementerian Luar Negeri Afghanistan mengatakan destinasinya tidak diketahui.

Sementara itu, Taliban telah menjamin bahwa semua misi diplomatik dan warga negara asing di Kabul tidak akan terancam bahaya. Juru bicara (jubir) Taliban Zabihullah Mujahid mengatakan mereka berkomitmen untuk memastikan keamanan di ibu kota Afghanistan tersebut.
Pasukan Taliban telah memasuki Kota Kabul dan menguasai istana kepresidenan. Kelompok itu telah merebut kendali semua distrik di Kabul, imbuh jubir tersebut. Mujahid menuturkan patroli malam akan segera dilakukan di kota itu. Sejumlah pemberitaan media juga menyebut kelompok itu akan segera mendeklarasikan pendirian Emirat Islam Afghanistan. Aturan jam malam diberlakukan di Kabul mulai Minggu pukul 21.00 waktu setempat demi mencegah timbulnya aksi kekerasan.

Dua ledakan besar terjadi pada Minggu malam di dekat kantor Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) dan istana kepresidenan di Kabul, seperti dilansir media mengutip pernyataan para saksi mata. Sebuah insiden penembakan menggunakan senjata ringan dan berat meletus tak lama pascaledakan, papar laporan tersebut. Situasi keseluruhan di ibu kota Afghanistan tetap tenang setelah Taliban mencapai Kabul, meski terdapat insiden penembakan yang bersifat sporadis, kata Ramiz Alakbarov, Resident and Humanitarian Coordinator PBB, kepada Sputnik.
“Saat ini saya tidak mendengar tanda-tanda pertempuran aktif di wilayah Kabul tempat saya berada, tidak ada penembakan aktif. Penembakan sporadis masih terdengar, namun secara keseluruhan, (situasi) masih relatif tenang,” tutur Alakbarov kepada Sputnik via sambungan telepon.
Sebelumnya pada hari yang sama, Jubir Taliban Zabihullah Mujahid mengatakan kepada BBC bahwa dia dapat mengonfirmasi adanya pembicaraan antara pemerintah Afghanistan dan Taliban soal pengambilalihan kekuasaan secara damai. Ketua Dewan Tinggi Rekonsiliasi Nasional Afghanistan Abdullah Abdullah dilaporkan mengorganisasi negosiasi tersebut.
Dua pejabat Taliban pada Minggu mengatakan kepada Reuters tidak akan ada pemerintahan transisi di Afghanistan dan kelompok itu memperkirakan penyerahan kekuasaan secara penuh dari pemerintah Afghanistan. Seorang jubir Taliban menyampaikan kelompok militer itu memperkirakan penyerahan kekuasaan secara damai “dalam beberapa hari mendatang.”

Namun, Pelaksana Tugas (Plt.) Menteri Dalam Negeri Afghanistan Abdul Sattar Mirzakwal sebelumnya pada hari yang sama menyampaikan bahwa “kekuasaan akan diserahkan secara damai kepada pemerintahan transisi.” “Orang-orang tidak perlu khawatir soal keselamatan dan keamanan di Kabul,” lanjutnya. Taliban juga berjanji “tidak ada nyawa, properti, dan kehormatan yang akan dirugikan dan nyawa masyarakat Kabul tidak akan terancam.” Menurut keterangan kelompok itu, warga asing dapat meninggalkan Kabul atau negara tersebut melalui Bandara Kabul, atau mendaftar kepada Taliban bila tetap tinggal di Afghanistan.
Sementara itu, AS dilaporkan telah menyelesaikan evakuasi kantor kedutaan besarnya di Afghanistan. Staf Uni Eropa (UE) di Kabul telah dipindahkan ke lokasi yang aman dan dirahasiakan. Beberapa misi negara Barat lainnya juga sibuk mengevakuasi staf mereka, kata laporan itu. Di dalam wilayah Kota Kabul, perkantoran serta gedung-gedung kosong, dan toko-toko juga tutup. Warga setempat bergegas pulang ke rumah masing-masing atau meninggalkan kota itu demi menghindari pertempuran yang kemungkinan bakal meletus.

Semua penerbangan komersial dari Bandara Kabul telah ditangguhkan dan saat ini hanya penerbangan militer yang diizinkan beroperasi, ujar seorang pejabat Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Pentagon menyetujui pengerahan tambahan 1.000 tentara AS untuk memfasilitasi evakuasi warga negara AS dari Kabul, sehingga membuat total prajurit AS yang ditempatkan untuk sementara di Afghanistan menjadi 6.000, seperti dilaporkan media melansir pernyataan seorang pejabat AS yang tidak disebutkan namanya.
Di luar Kabul, Taliban merebut kendali penjara Bagram di Pangkalan Udara Bagram, 50 kilometer di sebelah utara Kabul, dan membebaskan semua narapidana, cuit jubir Taliban Mujahid dalam akun Twitter-nya. “Semua tahanan telah dibebaskan dan dipindahkan ke lokasi yang aman,” tuturnya. Penjara itu menampung sekitar 5.000 hingga 7.000 narapidana, yang sebagian besar merupakan tahanan Taliban. Pangkalan Udara Bagram yang terletak di Distrik Bagram, Provinsi Parwan, Afghanistan timur, berfungsi sebagai pangkalan utama pasukan AS dan NATO selama 20 tahun terakhir.

Mujahid juga menuturkan bahwa para anggota pasukan Taliban telah menguasai Kota Bamyan, ibu kota Provinsi Bamyan, Afghanistan tengah, sekitar Minggu siang. Sejak AS mencabut pasukannya dari Afghanistan mulai 1 Mei lalu, Taliban mulai melancarkan serangan besar-besaran terhadap pasukan Afghanistan. Dalam 10 hari terakhir, kelompok militer itu menguasai sedikitnya 25 dari 34 ibu kota provinsi yang ada di wilayah Afghanistan lewat sejumlah serangan kilat, praktis mengepung ibu kota, Kabul.
Presiden AS Joe Biden mempertahankan keputusannya terkait penarikan pasukan tersebut, dan seorang pejabat AS menuturkan negara itu kemungkinan tidak akan mengubah strategi militernya di Afghanistan. Dewan Keamanan PBB memutuskan akan menggelar pertemuan darurat terkait isu Afghanistan pada Senin (16/8). [Xinhua]