TOKYO – Pengadilan terhadap dua warga Amerika Serikat (AS) yang didakwa membantu mantan chairman Nissan Motor Co. Carlos Ghosn melarikan diri dari Jepang saat menjalani pembebasan bersyarat dimulai di Tokyo pada Senin (14/6).
Michael Taylor (60), seorang mantan anggota pasukan khusus AS Baret Hijau, beserta putranya, Peter (28), telah mengaku membantu Ghosn (67) melarikan diri dari Jepang sehingga mantan taipan otomotif itu dapat menghindari persidangan.
Sejumlah sumber yang mengetahui kasus tersebut mengatakan ayah-anak itu dimintai bantuan oleh istri Ghosn agar menyelundupkan petinggi Nissan yang dulunya dihormati itu keluar dari Jepang saat Ghosn sedang menunggu jadwal persidangan.
Kedua warga AS tersebut didakwa memfasilitasi perjalanan ilegal Ghosn ke Lebanon, satu dari tiga negara yang kewarganegaraannya dimiliki Ghosn, dengan menyelundupkannya keluar dari kediamannya di Tokyo menuju Bandara Internasional Kansai via dua hotel pada akhir Desember 2019.
Tim ayah-anak tersebut, yang tahu betul bahwa Ghosn dilarang meninggalkan Jepang sebagai bagian dari syarat jaminannya, menyembunyikan mantan bos Nissan itu dalam kotak besar, yang lolos dari pihak keamanan Bandara Kansai. Kargo terlarang itu kemudian diterbangkan ke Turki menggunakan jet pribadi.
Atas permintaan kejaksaan Jepang, ayah-anak itu ditangkap pihak berwenang AS di Massachusetts pada 2020.
Mereka telah berjuang melawan ekstradisi ke Jepang di pengadilan AS, namun akhirnya kalah saat banding mereka ditolak oleh Mahkamah Agung AS pada Februari.
Setelah diekstradisi, mereka akhirnya ditangkap dan didakwa di Jepang pada Maret.
Ghosn, yang memiliki kewarganegaraan Brasil, Prancis, dan Lebanon, dituding tidak melaporkan remunerasinya selama beberapa tahun dan menggelapkan dana perusahaan. Dia membantah semua dakwaan, mengklaim bahwa orang dalam perusahaan bersekongkol melawannya.
Jepang telah berupaya menahan Ghosn dengan bantuan Interpol.
Lebanon tidak memiliki perjanjian ekstradisi dengan Jepang, yang artinya Ghosn secara hukum tidak dapat diserahkan ke Jepang tanpa persetujuan lebih dulu dari Lebanon. [Xinhua]