LONDON – Pihak-pihak yang bertanggung jawab atas keamanan di Manchester Arena seharusnya dapat mengidentifikasi pelaku bom bunuh diri Salman Abedi sebagai ancaman saat malam serangan itu terjadi. Demikian ungkap penyelidikan publik terkait serangan pada Mei 2017 tersebut pada Kamis (17/6).
John Saunders, ketua penyelidikan tersebut, menemukan adanya “kekurangan seriusan” dan sejumlah peluang yang terlewatkan oleh pihak yang bertanggung jawab atas keamanan untuk mencegah “dampak mengerikan” serangan bom yang menewaskan 22 orang dan melukai ratusan lainnya pada akhir konser Ariana Grande tersebut.
Bagian pertama dari tiga laporan terbitan penyelidikan publik, yang dimulai pada September 2020, tersebut mengkritik Polisi Transportasi Inggris (British Transport Police/BTP), operator arena SMG, dan Showsec, penyedia jasa keamanan yang mereka kontrak.
Saunders menuturkan bahwa dua petugas pengawas yang masih berusia remaja tidak bereaksi “sekuat dan seefektif yang seharusnya” ketika seorang anggota masyarakat bernama Christopher Wild menyampaikan kekhawatirannya terkait si pelaku bom bunuh diri itu.
Penyelidikan itu juga menemukan bahwa tidak ada petugas BTP di lobi arena tersebut dan “tidak ada penjelasan yang memuaskan” terkait hal itu. Lebih lanjut, petugas BTP memikul tanggung jawab pribadi karena gagal mematuhi instruksi yang jelas, dan Salman Abedi bersembunyi pada titik buta (blindspot) CCTV yang sudah bertahun-tahun ada.
Selain itu, penyelidikan juga mengkritik pelatihan kontraterorisme yang diberikan untuk para petugas pengawas dan penilaian risiko yang tidak memadai oleh SMG dan Showsec.
Di hadapan Pengadilan Magistrat (pengadilan rendah) Manchester, Saunders mengatakan, “Saya menyimpulkan bahwa ada kekurangan serius dalam pengamanan yang disediakan organisasi-organisasi yang bertanggung jawab atasnya, serta kegagalan dan kesalahan yang dilakukan oleh beberapa individu.”
Salman Abedi, pria kelahiran Manchester keturunan Libya, berjalan melewati lobi arena itu dan meledakkan bom pada 22 Mei 2017. Kejadian itu merupakan serangan teror terburuk di Inggris sejak pengeboman London pada 2005 lalu, yang menewaskan 52 orang.
Menurut surat kabar The Guardian, saudara laki-laki Salman, Hashim Abedi, yang membantunya dalam persiapan pengeboman itu, saat ini menjalani hukuman penjara seumur hidup atas sejumlah pelanggaran termasuk pembunuhan terhadap 22 orang. [Xinhua]