Foto yang diabadikan pada 14 Mei 2022 ini menunjukkan pemandangan bawah laut Semporna di Sabah, Malaysia. Ekosistem laut yang sehat di tempat ini menyediakan habitat bagi berbagai biota laut. (Xinhua/Zhu Wei)
Perjanjian yang baru diadopsi di bawah Konvensi PBB tentang Hukum Laut itu diharapkan dapat secara signifikan memperkuat kerangka hukum untuk melindungi laut lepas.
PBB, 19 Juni (Xinhua) — Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Senin (19/6) mengadopsi perjanjian bersejarah untuk konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan keanekaragaman hayati laut di area-area di luar yurisdiksi negara yang mencakup lebih dari dua pertiga lautan.
“Lautan merupakan urat nadi planet kita. Dan hari ini, Anda telah memompakan kehidupan baru dan harapan untuk memberikan kesempatan berjuang kepada lautan,” ujar Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB Antonio Guterres dalam sebuah sesi konferensi antarpemerintah tentang keanekaragaman hayati laut di area-area di luar yurisdiksi negara.
Guterres menyebut bahwa setelah pembuatannya yang berlangsung selama dua dekade, pengadopsian perjanjian tersebut “menunjukkan kekuatan multilateralisme.”
“Dengan bertindak melawan ancaman terhadap planet kita yang melampaui batas-batas negara, Anda menunjukkan bahwa ancaman global layak mendapat tindakan global,” kata sekjen PBB itu.
Dia menyerukan semua negara agar bertindak tanpa menunda-nunda untuk menandatangani dan meratifikasi perjanjian tersebut sesegera mungkin.
Perjanjian itu akan terbuka untuk ditandatangani di kantor pusat PBB di New York selama dua tahun mulai 20 September 2023, dan akan mulai berlaku setelah diratifikasi oleh 60 negara, papar rilis pers PBB.
Perairan yang berada di luar yurisdiksi negara, yang dikenal sebagai laut lepas (high seas), mencakup hampir dua pertiga luas lautan. Namun, data dari World Wide Fund for Nature menunjukkan bahwa hanya sekitar 1 persen dari wilayah luas di planet itu yang dilindungi.
Perjanjian yang baru diadopsi di bawah Konvensi PBB tentang Hukum Laut itu diharapkan dapat secara signifikan memperkuat kerangka hukum untuk melindungi laut lepas.
Di antara isu-isu utama yang dibahas, perjanjian tersebut menetapkan sebuah kerangka kerja untuk pembagian keuntungan yang adil dan merata yang dihasilkan dari berbagai aktivitas yang berkaitan dengan sumber daya genetik laut dan informasi sekuens digital tentang sumber daya genetik laut di area-area di luar yurisdiksi negara, memastikan bahwa aktivitas semacam itu bermanfaat bagi seluruh umat manusia, kata PBB.
Warga membersihkan tepi pantai di kampung nelayan Muara Angke, Jakarta Utara, pada 8 Juni 2021. (Xinhua/Veri Sanovri)
Perjanjian itu akan memungkinkan pembentukan perangkat pengelolaan berbasis kawasan, termasuk kawasan lindung laut, untuk melestarikan dan mengelola secara berkelanjutan habitat dan spesies vital di laut lepas dan area dasar laut internasional.
Langkah-langkah semacam itu sangat penting guna mencapai target global “30 by 30” untuk secara efektif melestarikan dan mengelola sedikitnya 30 persen dari wilayah darat dan perairan pedalaman dunia, serta wilayah laut dan pesisir pada 2030, sebagaimana disepakati dalam Kerangka Kerja Keanekaragaman Hayati Global Kunming-Montreal, ungkap PBB.
“Finalisasi perjanjian ini bukanlah pencapaian kecil,” ujar Presiden Majelis Umum PBB Csaba Korosi dalam sambutannya pada konferensi antarpemerintah.
Perjanjian tersebut melengkapi keputusan-keputusan penting yang menargetkan transformasi global termasuk Agenda 2030, lanjutnya.
Perjanjian itu meletakkan dasar untuk pengelolaan laut yang lebih baik, memastikan kelangsungan hidup mereka bagi generasi yang akan datang, serta “membuktikan kekuatan multilateralisme,” imbuh Korosi. [Xinhua]