WARTABUANA – Dina Hidayana, kandidat doktor Universitas Pertahanan RI melihat isu pangan memiliki peran strategis dan fundamental dalam memperkokoh pertahanan negara. Perang masa kini dan masa depan menempatkan pangan sebagai isu sentral.
Hal tersebut disampaikan Dina dalam kesempatan Webinar Pangan Solopos dalam rangkaian peringatan HUT RI ke 77. Dina menjadi narasumber bersama dengan pembicara lain, Menteri KKP, Kepala Badan Pangan Nasional dan Direktur Pengayom Petani Sejagat.
Menurutnya, pasca perang dunia II, paradigma militeristik telah bergeser menjadi modern warfare bukan lagi perang tradisional yang mengandalkan alutsista semata. “Kasus Rusia-Ukraina mempertegas bagaimana peran pangan digunakan sebagai senjata atau amunisi sekaligus nilai tawar strategis dalam memenangkan hegemoni atau aliansi,” politisi muda ini.
Dina menguraikan, pengalaman sejarah bagaimana perang-perang dimasa lalu dan juga jatuh bangunnya peradaban hingga rezim pemerintahan di masa kini, diperkuat dengan adanya krisis atau kelangkaan pangan.
“Saya sepakat dengan pendapat yang mengatakan bahwa perang tidak semata-mata dapat dimenangkan dengan pangan namun tidak ada perang yang mampu dimenangkan tanpa logistik pangan,” ujar Ketua Depinas SOKSI ini
Tidak berlebihan apabila Dina melihat urusan pangan bukan sekedar hidup mati bangsa, namun menyangkut harga diri dan bagian terpenting dalam pertahanan negara. Sebagaimana amanah konstitusi yang mewajibkan negara mewujudkan Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur.
Mantan Staf Ahli Fraksi Golkar DPR RI ini meminta Pemerintah lebih serius dan sungguh-sungguh mengembalikan kejayaan agraris dan menempatkan pangan sebagai sumbu atau soko guru pembangunan nasional. Pangan harus menjadi prioritas, urutan pertama dan utama.
Lebih jauh Dina memaparkan, Indonesia merupakan satu-satunya negara yg beruntung berada di garis khatulistiwa dengan sumber daya nasional yang lengkap. Mulai dari kekayaan alam melimpah, matahari yang bersinar sepanjang tahun, tanah subur, keragaman topografi, bahan baku hayati dan non hayati, SDM militan dan pekerja keras, dan berbagai keunggulan komparatif lainnya. Selain itu Indonesia memiliki lintas maritim, jalur perdagangan internasional yang juga perlu dioptimalkan dalam mendukung rantai pasok pangan nasional yang lebih efektif dan efisien.
“Sudah saatnya Indonesia menanggalkan ketergantungan pada asing disemua sektor, terkhusus untuk hal yang fundamental dan strategis ini, mengingat pangan merupakan kebutuhan mendasar individu,” tegas Dina.
Lebih lanjut politisi Partai Golkar ini menyampaikan optimisme, bahwa Indonesia mampu menjadi pemimpin di dunia dengan menggunakan kekuatan inti sumber daya nasional, yaitu sektor agraris. Sekalipun menurut data Indeks Ketahanan Pangan Global, peringkat Indonesia turun menjadi 69 dari semula 62 dari total 113 negara dan di Asean, peringkat 6 kalah dibandingkan Filipina, Vietnam, “Thailand, Malaysia. Singapura yang tidak memiliki lahan dan petani justru rangking 1. Ironi bagi negara yang pernah menjadi produsen pangan termasyhur di masa lampau. Bahkan Rusia dan Ukraina menunjukkan bargaining position nya dan mempengaruhi keberpihakan negara lain dengan menggunakan isu pangan,” ujar Dina.
Karenanya, Dina menilai sudah tepat jika Indonesia menggunakan momentum pertikaian para negara adikuasa untuk berbenah memperbaiki sektor pangan dan pada akhirnya menjadikan pangan sebagai senjata terhandal dalam memenangkan diplomasi dan perang modern masa depan.[]