KABUL – “Sejak Minggu (15/8) lalu saya belum ke kantor karena tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi sejam ke depan atau sore nanti,” bisik Noor Khan.
Khan (37), seorang pegawai Departemen Paspor di Kabul, mengklaim bahwa saat ini tidak ada rekan kerjanya yang akan kembali bekerja di kantor. Kabul, ibu kota Afghanistan yang dilanda perang, jauh ke tangan kelompok Taliban pada 15 Agustus. Sejak saat itu, banyak kantor pemerintah, sekolah, dan universitas tutup.
Taliban telah berulang kali mendesak pegawai pemerintah agar kembali ke kantor dan bekerja secara normal, namun banyak kantor di sektor pemerintah maupun swasta, termasuk bank, sekolah dan universitas yang masih tutup.
Walaupun situasi keamanan relatif stabil dibandingkan sebelumnya, warga Kabul tampak ragu-ragu soal masa depan mereka, memikirkan apakah situasi damai saat ini mungkin jeda sebelum badai.
“Hingga kini tidak ada pemerintahan yang dibentuk oleh Taliban dan Afghanistan tidak memiliki presiden atau kepala negara apa pun, yang hampir berarti ini merupakan ‘kekosongan kekuasaan’,” tutur Ahmad Nawed, seorang warga Kabul lainnya, kepada Xinhua.
Meski memuji para pejuang Taliban yang telah mengembalikan kedamaian di Kota Kabul, Nawed mengatakan bahwa “kekosongan kekuasaan” bisa berujung pada situasi kacau-balau” di Afghanistan.
“Saya takut situasi damai sekarang seperti jeda sebelum badai yang dapat berujung pada pertikaian” di negara ini, tuturnya.
“Saya berharap Taliban akan segera membentuk pemerintahan mereka,” kata Nawed lebih lanjut.
Juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid mengatakan bahwa para pemimpin senior kelompok tersebut sedang terlibat melakukan pembicaraan dengan para politisi untuk membentuk pemerintahan yang berbasis luas. Mullah Abdul Ghani Baradar, kepala politik Taliban, tiba di Kabul pada Sabtu (21/8) untuk berkonsultasi dengan politisi dan kelompok terkait soal pembentukan pemerintahan baru di Afghanistan.
Mohammad Husain, seorang montir mobil, menghargai Taliban yang telah mengakhiri perang dan memastikan perdamaian relatif di Kabul. Dia mengatakan “perdamaian adalah segala-galanya dan perdamaian yang langgeng dapat memastikan pekerjaan stabil serta pendapatan rutin” bagi semua orang di negara tersebut.
Dia menyampaikan kepada Xinhua bahwa pendapatan hariannya belakangan ini terimbas.
Husain mengklaim bahwa sebelum kejatuhan Kabul, dirinya mengantongi sekitar 1.500 afghani (1 afghani = Rp180,35) sampai 2.000 afghani setiap harinya, tetapi belakangan ini dia mengantongi antara 500 hingga 1.000 afghani.
“Saya ragu-ragu dengan masa depan karena Taliban masih belum membentuk pemerintahan, walaupun sudah delapan hari sejak kejatuhan Kabul. Oposisi bersenjata juga aktif di beberapa wilayah negara ini dan mereka dapat menimbulkan masalah keamanan,” ujar Hamidullah, seorang pedagang buah.
Menyatakan kekhawatirannya tentang masa depan Afghanistan, Hamidullah mengatakan bahwa pemerintahan baru akan menghadapi tantangan mengerikan jika negara-negara asing terus menutup misi diplomatik mereka di Kabul. [Xinhua]