BEIJING – Sejumlah pejabat intelijen Amerika Serikat (AS) baru-baru ini mengeluarkan peringatan kepada perusahaan-perusahaan AS terkait kerja sama dengan China di bidang teknologi baru yang krusial, termasuk kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dan semikonduktor. Mereka mengatakan bahwa kerja sama di bidang itu mengancam superioritas AS di industri-industri tersebut.
Langkah itu merupakan upaya yang salah dan tidak bermoral untuk menghalangi kerja sama dan pertukaran global yang wajar serta sangat bertentangan dengan prinsip persaingan sehat yang sudah lama digembar-gemborkan AS.
Kini semakin jelas bahwa “persaingan sehat” ala AS adalah soal melindungi kebijakan “America First” dan memainkan zero-sum game. Judah Grunstein, pemimpin redaksi World Politics Review, perusahaan yang menerbitkan berita mendalam dan analisis pakar tentang isu-isu global secara daring, menyebutkan dalam sebuah artikel bahwa AS “melihat segala sesuatu melalui prisma kompetisi.”
“Bahaya dari melihat segala sesuatu melalui prisma kompetisi AS-China adalah hal itu menjadikan kawasan-kawasan di dunia sebagai tempat bermain dan negara-negara yang ada di sana sebagai hadiah, alih-alih berinteraksi dengan mereka sebagai pemain dengan kepentingan dan kebutuhannya masing-masing,” tulisnya.

Sejarah tidak pernah kehabisan cerita tentang AS yang berupaya melindungi kepentingannya sendiri di pasar global atas nama “persaingan sehat”.
Pada tahun 1980-an, negara itu melancarkan aksi-aksi protektif ketat yang belum pernah dilakukan sebelumnya demi menekan industri semikonduktor Jepang yang sedang berkembang, termasuk meluncurkan penyelidikan antidumping terhadap perusahaan-perusahaan Jepang, memaksa negara itu untuk membatasi ekspor, serta mengenakan tarif balasan yang tinggi.
Pada tahun-tahun awal abad ini, ketika industri baja AS menghadapi persaingan dengan Eropa, Washington tidak berfokus pada peningkatan daya saing pasar produk-produknya. Dengan persaingan yang tidak sehat sebagai dalihnya, AS justru memilih memberlakukan pajak hukuman dan pembatasan impor terhadap produk-produk baja dari para sekutunya di Eropa.
Dalam beberapa tahun terakhir, para politisi Washington mengalihkan pandangan mereka kepada perusahaan-perusahaan China guna membendung perkembangan China. Mereka sengaja memicu sengketa perdagangan dengan China, memberlakukan larangan terhadap investasi China, serta menyalahgunakan konsep keamanan nasional untuk menekan perusahaan-perusahaan China.

Namun, apakah semua perbuatan menjijikkan itu menguntungkan AS? Jawabannya tidak. Nyatanya, perundungan yang dilakukan Washington justru menimbulkan masalah bagi mereka sendiri, mengikis kepercayaan para investor asing terhadap AS, serta merusak kredibilitas negara itu di pasar global.
Menurut studi yang dilakukan Dewan Bisnis AS-China tahun ini, perang dagang dengan China yang diinisiasi Washington pada 2018 menyebabkan hilangnya lebih dari 200.000 lapangan pekerjaan di AS, serta penurunan sebesar 49 persen dalam hal investasi asing langsung di negara tersebut.
Dalam survei yang dilakukan oleh media AS Protocol, yang berfokus pada teknologi, hampir 60 persen dari 1.578 pekerja bidang teknologi di AS meyakini bahwa “pembatasan AS terhadap perusahaan-perusahaan teknologi China sudah kelewatan,” dan “Perang Dingin dengan China dapat melumpuhkan perusahaan-perusahaan teknologi AS.”
Washington harus meninggalkan teori “persaingan sehat” mereka yang munafik dan belajar untuk bekerja sama dengan pihak lain dengan semangat saling menghormati dan saling menguntungkan. Di dunia modern yang saling terhubung ini, negara itu tidak punya pilihan lain. [Xinhua]