BEIJING, Seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) China pada Senin (13/6) mendesak Amerika Serikat (AS) untuk menyelaraskan ucapannya dengan tindakan, termasuk tidak memicu konfrontasi atau konflik, tidak memicu Perang Dingin baru, dan tidak berupaya membentuk NATO Asia atau membuat perpecahan kawasan menjadi blok-blok yang bermusuhan, serta berhenti melontarkan pernyataan atau melakukan hal-hal yang dapat menciptakan perpecahan dan konfrontasi.
Pernyataan tersebut disampaikan juru bicara (jubir) Wang Wenbin dalam sebuah siaran pers harian untuk merespons pertanyaan mengenai pidato Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin di acara Dialog Shangri-La.
“Dengan berulang kali menyebarkan disinformasi dan melukiskan gambaran buruk mengenai China, AS justru mengungkapkan niat buruknya untuk menabur perselisihan sekaligus sifat sebenarnya dari praktik hegemonik dan pelaksanaan politik kekuasaannya,” kata Wang.
Wang menambahkan bahwa ancaman terbesar bagi perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan tidak datang dari tempat lain, melainkan akibat aksi pembangkangan yang dilakukan para separatis kekuatan “kemerdekaan Taiwan” dan dukungan diam-diam serta sokongan AS untuk kegiatan tersebut.
“AS berusaha mengaburkan dan merongrong prinsip Satu China dan terus mundur dari komitmennya. AS melonggarkan pembatasan pada interaksi resmi antara AS dan Taiwan, serta meningkatkan penjualan senjata ke Taiwan, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. AS juga membantu Taiwan memperluas apa yang disebut ruang internasional dan bahkan bertindak secara terbuka untuk mendukung Taiwan dalam ‘memperkuat’ apa yang disebut ‘hubungan diplomatik’,” kata Wang.
“Apa yang mungkin menjadi tujuan lain AS atas tindakan-tindakan itu jika bukan mengirimkan sinyal yang keliru kepada kekuatan ‘kemerdekaan Taiwan’ serta merusak perdamaian dan stabilitas lintas-Selat?” kata Wang.
Mengingat AS menjadi faktor terbesar yang memicu militerisasi di Asia-Pasifik, Wang mengatakan bahwa AS telah mengerahkan pesawat militer dan kapal perang di Laut China Selatan secara berkala. Selain itu, pesawat pengintainya secara elektronik menyamar sebagai pesawat sipil negara lain di kawasan tersebut berkali-kali.
Mengutip statistik dari berbagai institusi dengan pengetahuan profesional, Wang mengatakan jumlah misi pengintaian militer jarak dekat AS terhadap China meningkat lebih dari dua kali lipat dibandingkan satu dekade lalu, seraya menambahkan bahwa sejak awal tahun ini, kapal angkatan laut AS melakukan transit di Selat Taiwan rata-rata satu kali dalam sebulan. Selain itu, pesawat militer AS terlibat dalam pengintaian jarak dekat dengan cakupan yang luas, sering, dan provokatif untuk menghalangi dan menekan China.
“Tampaknya, istilah ‘militerisasi’ dan ‘membahayakan kebebasan navigasi’ lebih akurat bila digunakan untuk menggambarkan perilaku AS,” kata Wang.
“Masyarakat internasional tidak akan tertipu oleh pernyataan AS yang memfitnah China. Apa yang dikatakan AS hanya akan merusak kredibilitasnya sendiri,” tambah Wang. [Xinhua]