Personel pasukan paramiliter India berjaga di dekat logo Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di New Delhi, India, pada 7 September 2023. (Xinhua/Javed Dar)
“China merupakan anggota G20 pertama yang dengan jelas dan tegas menyatakan dukungannya terhadap keanggotaan Uni Afrika. Ini adalah masalah keadilan dan pragmatisme,” kata Keith Bennett, konsultan hubungan internasional yang berbasis di London.
NEW DELHI, 9 September (Xinhua) — Negara-negara anggota Kelompok 20 (Group of 20/G20) pada Sabtu (9/9) sepakat untuk menerima Uni Afrika (UA) sebagai anggota baru sebagai upaya memberikan suara dan keterwakilan yang lebih besar kepada negara-negara berkembang.
Kesepakatan tersebut dicapai pada sesi pembuka Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 yang berlangsung selama dua hari di New Delhi pada akhir pekan ini.
Di tengah tepuk tangan dari para perwakilan G20 lainnya, Azali Assoumani, presiden Persatuan Komoro sekaligus ketua UA saat ini, kemudian menduduki kursinya sebagai perwakilan dari badan kontinental beranggotakan 55 negara itu untuk sesi tersebut.
Dibentuk pada tahun 1999, G20 merupakan platform utama untuk kerja sama internasional di bidang keuangan dan ekonomi. Sebelumnya, G20 terdiri dari 19 negara plus Uni Eropa (UE).
UA, yang sebelumnya disebut sebagai “Organisasi Internasional yang Diundang” di G20, saat ini memiliki status yang sama dengan UE.
“Saya menyambut baik masuknya UA ke dalam G20 sebagai anggota tetap,” tulis Ketua Komisi UA Moussa Faki di media sosial X, yang sebelumnya bernama Twitter, menyusul aksesi UA. “Keanggotaan yang telah lama kami dukung ini, akan memberikan kerangka kerja yang menguntungkan guna memperkuat advokasi yang mendukung benua ini dan kontribusinya yang efektif dalam menghadapi tantangan global.”
Kesepakatan G20 tersebut merupakan respons terhadap seruan luas yang kali pertama dinyatakan oleh China secara eksplisit, untuk memberikan status keanggotaan tetap kepada badan kontinental itu dan “meningkatkan keterwakilan serta suara negara-negara berkembang dalam pemerintahan global.”
“Diterima sebagai anggota tetap G20 merupakan kabar baik bagi suara UA untuk didengarkan dan kuat dalam penetapan kebijakan di tingkat global,” kata Steve Patrick Lalande, direktur direktorat manajemen kemitraan dan mobilisasi sumber daya Komisi UA.
“Kami memiliki harapan yang besar agar suara masyarakat Afrika didengar, sehingga pembangunan dapat dipromosikan dengan baik di seluruh dunia,” kata Lalande.
“Saya melihat sesuatu yang sangat hebat terjadi,” tutur Mathapelo Monaisa, anggota delegasi Afrika Selatan pada KTT G20, kepada Xinhua, seraya menyampaikan apresiasi atas peran China dalam mendukung bergabungnya UA ke dalam G20.
“Sebagai mitra BRICS, kami ingin melihat anggota lain dapat memiliki lebih banyak perwakilan di berbagai platform multilateral, dan dukungan China terhadap keanggotaan UA di G20 sangatlah penting,” tegas Monaisa.
“Kita mendukung multilateralisme lebih dari apa pun demi dunia yang lebih baik, dan inilah sebabnya kita perlu saling mendukung,” kata delegasi Afrika Selatan tersebut.
Negara-negara berkembang secara konsisten mendorong peningkatan suara dan pengaruh dalam sistem pemerintahan internasional global. Aspirasi ini muncul dari kenyataan bahwa negara-negara Global South, yang terdiri dari negara-negara emerging marketdan negara-negara berkembang, telah diabaikan dan mengalami marginalisasi yang berkepanjangan, sehingga menyebabkan kepentingan mereka dikesampingkan.
Mulai dari memelopori ekspansi terbesar dalam sejarah BRICS bulan lalu hingga berulang kali menegaskan kembali dukungan terhadap masuknya UA ke dalam G20 dan menyerukan organisasi-organisasi internasional, termasuk PBB, untuk memprioritaskan aspirasi pembangunan Afrika, China menunjukkan komitmennya kepada negara-negara Global South melalui tindakan nyata.
“China merupakan anggota G20 pertama yang dengan jelas dan tegas menyatakan dukungannya terhadap keanggotaan Uni Afrika. Ini adalah masalah keadilan dan pragmatisme,” kata Keith Bennett, konsultan hubungan internasional yang berbasis di London.
“Sehubungan dengan besarnya minat banyak negara emerging marketdan berkembang untuk bergabung dalam mekanisme BRICS, mencerminkan fakta bahwa negara-negara berkembang tidak lagi puas atau siap untuk hanya menjadi ‘penerima aturan’ dalam apa yang disebut ‘tatanan internasional berbasis aturan’, yang dirancang dan ditegakkan oleh segelintir negara Barat untuk melayani kepentingan sempit mereka,” papar Bennett.
Bagi negara-negara Global South, termasuk anggota UA, memperoleh keanggotaan dalam platform tata kelola global hanyalah langkah pertama menuju keterwakilan sejati dalam sistem tata kelola global. Negara-negara ini masih memerlukan dukungan lebih lanjut guna memfasilitasi upaya mereka mencapai pembangunan yang mandiri dan berkelanjutan.
Seperti yang ditulis oleh South African Institute of International Affairs, sebuah lembaga pemikir (think tank) Afrika, dalam sebuah laporannya bahwa peran Afrika di sistem pemerintahan global termasuk G20 “memerlukan lebih dari sekadar kursi di meja perundingan.” Selesai