Menginjakkan kaki di Benua Afrika, para pemukim itu bercita-cita untuk mengubah tanah subur yang luas di Kenya menjadi “surga bagi orang kulit putih,” memacu kuda dan berburu di perbukitan yang hijau dan hutan yang rimbun. Mereka juga membangun perkebunan tanaman komersial seperti kopi dan teh untuk diproses dan dijual di Eropa.
Para penggembala setempat, seperti suku Maasai, merupakan kelompok yang paling terdampak oleh ekspansi kolonial, dan perlawanan mereka ditumpas secara brutal. Dalam bukunya yang berjudul “Moving the Maasai: A Colonial Misadventure”, penulis Inggris Lotte Hughes menggambarkan bagaimana banyak orang Maasai dipindahkan secara paksa ke dua daerah cagar alam dan bagian terbaik dari tanah mereka dirampas. Nasib serupa juga dialami oleh suku Kikuyu, suku besar lainnya di kawasan tersebut.
Ekonomi kolonial ini telah menyisakan dampak berkepanjangan di Kenya, dan rasa sakitnya masih terasa.
Pada 2022, sekelompok warga Kenya mengajukan gugatan terhadap pemerintah Inggris di Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa atas pencurian tanah, penyiksaan, dan penganiayaan di era kolonial, mengeklaim bahwa suku-suku lokal dari wilayah Kericho diusir secara paksa pada awal abad ke-20 dari tanah leluhur mereka, sebuah wilayah penghasil teh yang saat ini menjadi lahan perkebunan perusahaan-perusahaan multinasional. “Pemerintah Inggris terus mengelak dan menghindar, dan sayangnya menjauhi setiap kemungkinan untuk ganti rugi,” kata pengacara kelompok tersebut, Joel Kimutai Bosek.
“Pembuatan teh itu melibatkan pertumpahan darah,” ujar Godfrey Sang, seorang sejarawan. Tanah milik kakek Sang dahulu juga diberikan kepada para petani kulit putih.
GERAKAN ANTIKOLONIAL
Setelah Perang Dunia I, seiring semakin banyaknya orang Eropa yang menetap di koloni Afrika Timur, hanya ada sedikit tanah yang tersisa yang dimiliki penduduk asli. “Anda tidak hanya merampas tanah dari orang-orang yang tanah kelahirannya Anda rampas. Anda juga merampas masa lalu mereka, akar dan identitas mereka,” tulis Karen Blixen dalam bukunya yang terkenal, “Out of Africa”.
Pada tahun 1930-an dan 1940-an, badai perlawanan muncul di kalangan masyarakat setempat yang telah dirampas tanahnya. Ketidakpuasan mereka mendorong berbagai gerakan nasionalis Kenya, yang pada akhirnya berujung pada gerakan Mau Mau.
Mau Mau, sebuah kelompok antikolonial militan yang sebagian besar terdiri dari orang Kikuyu, berkumpul di bawah slogan “tanah dan kebebasan” dan dengan cepat mendapatkan dukungan dari masyarakat setempat.
Menggunakan jalur kereta, kaum nasionalis dapat melakukan perjalanan dari satu sisi ke sisi lain di Kenya untuk ikut serta dalam demonstrasi politik guna mendorong rakyat Kenya memperjuangkan kemerdekaan. Disebutkan pula bahwa orang-orang menggunakan jalur kereta untuk mengangkut senjata bagi mereka yang berjuang untuk kemerdekaan.
Pada Oktober 1952, pemerintah kolonial Inggris mengumumkan keadaan darurat atas pemberontakan Mau Mau, yang menandai dimulainya penjajahan berdarah.
Pada 1956, tertangkapnya pemimpin pemberontakan Dedan Kimathi menandai kekalahan gerakan Mau Mau, namun pemberontakan tersebut masih bertahan hingga awal tahun 1960-an. Pada akhir 1956, lebih dari 11.000 pemberontak tewas dalam pertempuran, menurut situs web Encyclopaedia Britannica.
Pada 12 Desember 1963, Kenya sepenuhnya merdeka dari pemerintahan kolonial. Gelombang dekolonisasi melanda Afrika pada tahun 1950-an dan 1960-an, yang mengarah pada kemerdekaan sekitar 30 negara Afrika.
DARI LUNATIC EXPRESS KE MADARAKA EXPRESS
Kenya mematahkan belenggu kekuasaan kolonial 60 tahun yang lalu, namun peninggalan ekonomi kolonial terus membatasi pembangunan negara itu selama puluhan tahun.
Saat ini, ketika melihat keluar dari jendela kereta tua, wisatawan dapat menikmati pemandangan indah dan beragam satwa liar di Kenya sembari melihat perkebunan teh, yang beberapa di antaranya masih dimiliki oleh perusahaan multinasional Barat.
Sementara itu, sebuah perubahan signifikan menarik perhatian mereka: Jalur Kereta Sepur Standar (Standard Gauge Railway/SGR) Mombasa-Nairobi baru yang dibangun oleh China beroperasi secara paralel dengan jalur yang lama.
Jalur kereta yang disebut Madaraka Express itu diluncurkan pada 31 Mei 2017, sehari sebelum Hari Madaraka, yang memperingati terbentuknya pemerintahan internal mandiri Kenya pada 1 Juni 1963.
Kereta baru tersebut memangkas drastis waktu tempuh dan biaya jasa pengiriman barang. Kereta itu muncul sebagai pilihan utama bagi para komuter, sangat penting dalam merangsang perdagangan dan memberdayakan kota-kota kecil di sepanjang koridornya.
Di museum kereta, miniatur lokomotif SGR itu dipajang, dengan slogan di sisi gerbongnya yang bertuliskan “menghubungkan bangsa, memakmurkan rakyat”.
“Jalur kereta Kenya-Uganda yang lama lebih mengarah pada jalur ekstraktif yang digunakan para penguasa kolonial untuk membawa bahan mentah dari pedalaman ke Samudra Hindia untuk dikirim ke negara mereka,” ujar Munene.
“SGR itu, yang merupakan sebuah kemitraan antara China dan Kenya, berorientasi pada pembangunan. Jalur itu membantu Kenya berintegrasi dengan negara-negara Afrika Timur lainnya. Jalur itu membantu Kenya berkembang dalam hal ekspansi ekonomi. Jalur itu menciptakan apa yang kami sebut sebagai moda transportasi yang cepat dan efisien untuk barang dan penumpang,” katanya.
Jalur kereta baru ini telah beroperasi dengan lancar selama lebih dari 2.300 hari, mengangkut jutaan penumpang dan berton-ton barang, memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan sosial-ekonomi Kenya. Masinis, teknisi, dan petugas setempat, yang dilatih oleh tenaga profesional dari China, memastikan kelancaran operasional kereta tersebut.
Madaraka Express melambangkan kerja sama Sabuk dan Jalur Sutra antara China dan Kenya. Dalam beberapa tahun terakhir, proyek-proyek kerja sama serupa telah membantu meningkatkan konektivitas infrastruktur di seluruh benua tersebut dan meningkatkan perdagangan intra-Afrika.
Dari Lunatic Express hingga Madaraka Express, era kolonial di masa lalu yang diwakili oleh jalur kereta lama secara bertahap memudar. Masa depan cerah yang dihadirkan oleh jalur kereta baru pun mulai terlihat. [Xinhua]