BEIJING, Semua negara perlu bekerja sama untuk mewujudkan tujuan transisi energi global, dan negara-negara maju khususnya, perlu menepati janji mereka dan menciptakan kondisi yang kondusif bagi kerja sama hijau internasional, kata Juru Bicara (Jubir) Kementerian Luar Negeri China Lin Jian pada Rabu (23/10).
“Proteksionisme, unilateralisme, dan politisasi hanya akan merugikan kepentingan bersama masyarakat internasional,” kata sang jubir dalam konferensi pers harian, saat merespons sejumlah komentar tentang industri energi China.
Baru-baru ini, Badan Energi Internasional (International Energy Agency/IEA) merilis laporan tahunan Prospek Energi Dunia (World Energy Outlook) 2024 dan Energi Terbarukan (Renewables) 2024, yang menyebutkan bahwa pasar energi global sedang memasuki “era listrik” yang dipimpin oleh China, dengan China sebagai penggerak peningkatan mobilitas listrik. Direktur Eksekutif IEA Fatih Birol mengatakan bahwa hampir setiap kisah soal energi pada dasarnya adalah kisah tentang China.
Namun, sejumlah media, termasuk majalah Foreign Policy, mengatakan bahwa rencana transisi energi China saat ini masih konservatif, dan China dapat berbuat lebih banyak.
“China selalu menempatkan prioritas tinggi pada penanganan perubahan iklim dan secara aktif mempromosikan transisi energi hijau dan penyesuaian struktural industri,” tutur Lin.
Selama satu dekade terakhir, China telah menghasilkan lebih dari separuh peningkatan konsumsi listrik domestiknya melalui peningkatan pembangkitan energi bersih, mencakup lebih dari 40 persen dari instalasi tambahan energi terbarukan tahunan dunia, dan mengurangi emisi karbon dioksida sekitar 3 miliar ton, imbuhnya.
“China adalah salah satu negara yang mencatat penurunan intensitas energi tercepat dan pengguna energi terbarukan teratas,” kata Lin.
Diamengatakan China telah membangun pasar perdagangan emisi karbon terbesar di dunia, melaksanakan kerja sama proyek energi hijau dengan lebih dari 100 negara dan kawasan, membangun sejumlah proyek penting pembangkit listrik tenaga air, fotovoltaik, dan tenaga angin di negara-negara berkembang, dan berhenti membangun proyek pembangkit listrik tenaga batu bara baru di luar negeri.
“Trio baru” China, yaitu kendaraan listrik, baterai lithium, dan sel surya, telah berkembang pesat dalam persaingan terbuka, membentuk kapasitas produksi hijau yang canggih dan memberikan kontribusi penting bagi transisi energi global, menurut Lin.
China, sesuai dengan kondisi domestik dan tahap pembangunannya, telah memajukan transisi energi secara terkoordinasi dan berimbang, serta berupaya mewujudkan siklus yang baik dalam pembangunan ekonomi dan sosial berkualitas tinggi dengan mengembangkan kekuatan-kekuatan produktif berkualitas baru, ungkap juru bicara tersebut.
Seraya mengungkapkan bahwa transisi energi global memerlukan upaya bersama dari semua negara dan negara-negara maju perlu menciptakan kondisi yang kondusif bagi kerja sama hijau internasional, Lin mengatakan kisah transisi energi global seharusnya bukan menjadi “kisah China” melainkan “kisah global” tentang solidaritas dan kerja sama.
China akan terus menegakkan visi peradaban ekologis, memperdalam kerja sama hijau internasional, bekerja sama dengan negara-negara lain untuk mempromosikan pembangunan energi berkelanjutan, serta memberikan kontribusi lebih besar terhadap respons global untuk perubahan iklim dan transisi energi hijau dan rendah karbon, imbuhnya. [Xinhua]