Oleh:
Moh Gunawan Abdillah
Direktur Eksekutif OmnibusLaw Watch
Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) cacat secara formil sehingga menyatakan bahwa UU Cipta Kerja inkonstitusionalitas bersyarat.
Demikian putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020. Dalam Amar Putusan yang dibacakan oleh Ketua MK Anwar Usman, MK mengabulkan untuk sebagian permohonan yang diajukan oleh penggugat dan menyatakan pembentukan UU Cipta Kerja (UUCK) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai ‘tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 (dua) tahun sejak putusan ini diucapkan’. Juga menyatakan UUCK masih tetap berlaku sampai dengan dilakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu sebagaimana yang telah ditentukan dalam putusan tersebut.
Perintah putusan MK itu belum mulai dibenahi oleh pemerintah, namun tiba-tiba Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) malah telah resmi membentuk Badan Bank Tanah (BBT). Pembentukan BBT dilakukan melalui penandatangan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 113 Tahun 2021 tentang Struktur dan Penyelenggaraan Bank Tanah oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Kementerian ATR/BPN menyusun struktur lengkap BBT beserta personilnya, yakni Dewan Pengawas: Direktur Jenderal Pengadaan Tanah dan Pengembangan Pertanahan Embun Sari; Kepala Badan Pelaksana: Tenaga Ahli Menteri ATR/Kepala BPN Bidang Pengembangan Kewirausahaan Reforma Agraria, Parman Nataadmaja; Deputi Bidang Manajemen Aset dan Pengadaan Tanah: Direktur Penilaian Tanah dan Ekonomi Pertanahan, Perdananto Aribowo; Deputi Pengembangan Usaha dan Keuangan Hakiki Sudrajat.
Struktur yang diisi personil-personil tersebut adalah sesuatu yang tidak baru, itu seakan malah hanya untuk menambah jabatan bagi personil Kementerian ATR/BPN. Itu bukan esensi yang diharapkan BBT. Jadi, itu bukan struktur yang hendak diharapkan oleh perintah UUCK.
Malah, tugas pokok dan fungsi BBT sudah diurai dengan ungkapan skema kerja bank tanah antara lain merencanakan ketersediaan tanah untuk kepentingan umum, sosial, pembangunan, pemerataan ekonomi, konsolidasi lahan, serta reforma agraria dan keadilan pertanahan.
Kebijakan pembentukan itu sangat rentan dan bahkan berbahaya sebab pembentukan struktur BBT menurut pasal 125 UUCK terdiri atas Komite; Dewan Pengawas; dan Badan Pelaksana dimana menurut Pasal 132 disebutkan bahwa Dewan Pengawas berjumlah paling banyak 7 (tujuh) orang terdiri atas 4 (empat) orang unsur profesional dan 3 (tiga) orang yang dipilih oleh Pemerintah Pusat dan terhadap calon unsur profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan proses seleksi oleh Pemerintah Pusat yang selanjutnya disampaikan ke Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPRRI) untuk dipilih dan disetujui. Calon unsur profesional yang diajukan ke DPRRI sebagaimana dimaksud pada ayat (2), paling sedikit berjumlah 2 (dua) kali jumlah yang dibutuhkan.
Sehingga secara kasat mata bisa disebut bahwa pengesahan BBT sebelum DPRRI melakukan seleksi maka struktur dan pengisian personil BBT tidak ideal dilakukan walau dengan alasan bahwa tingkat kebutuhan akan lahirnya BBT sangat tinggi, apalagi didalihkan selaras karena lahirnya Perpres. Pengesahan BBT itu berpotensi sangat kuat melawan putusan MK serta melawan DPRRI dan UUCK.
Maka kami dari OmnibusLaw Watch menyarankan agar DPRRI sesegera mungkin memanggil Menteri ATR/BPN agar posisi pemerintah/Presiden dan DPRRI tidak dipecundangi oleh kebijakan yang salah tersebut. Kedua, ada baiknya Presiden memanggil Menteri ATR/BPN terkait Perpres dan implementasinya sebab ternyata saat pembentukan BBT ada hal yang ditabrak dari UUCK. Itu berguna untuk menghindarkan pemikiran negatif bagi publik.
Idealnya, Kementerian ATR/BPN harus membuka pendaftaran seleksi terhadap individu-individu untuk mengisi struktur Dewan Pengawas baru kemudian membangun Badan Pelaksana nya. Jangan terbalik, masa disiapkan yang bekerja namun tidak ada pengawas. Itu berbahaya.
Jangan sampai publik menganggap bahwa sudahpun MK memutuskan sesuatu tentang UUCK namun mengapa Presiden sampai menabrak aturan UUCK itu sendiri. Publik paham bahwa materi Perpres itu terbentuk bersumber dari masukan dominan Kementerian ATR/BPN.
Jakarta, 2 Januari 2022