“Harimau menghindari manusia kapan pun mereka bisa. Mereka tidak suka konflik, tetapi mereka kehilangan rumah dan harus makan. Kami perlu warga setempat menemukan cara untuk dapat hidup berdampingan dengan harimau,” kata seorang sukarelawan bernama Ahmad Faisal.
Oleh Nurul Fitri Ramadhani dan Wang Aona
JAKARTA, 23 Januari (Xinhua) — Ahmad Faisal adalah seorang sukarelawan di Forum Harimau Kita, sebuah organisasi nirlaba yang bekerja untuk melindungi harimau Sumatra di Indonesia.
Forum tersebut telah bertahun-tahun memperjuangkan harimau Sumatra, dan tugas itu sama sekali tidak mudah. Para pemburu memasang ratusan jebakan di hutan yang merupakan rumah bagi sedikit harimau yang tersisa.
Dia ingat kala menemukan seekor harimau yang ketakutan terjerat dalam sebuah kandang kawat berduri di Provinsi Lampung, Pulau Sumatra. Harimau itu hanya satu dari sekian banyak harimau yang ditemukan dalam perangkap pemburu liar setiap tahunnya. Kaki hewan tersebut terluka dan terpaksa diamputasi demi menyelamatkan nyawanya.
“Mereka (pemburu liar) terkadang menggunakan kandang baja. Semua hewan di hutan bisa terjebak, tidak hanya harimau. Ini jadi ancaman terbesar bagi populasi harimau Sumatra,” kata Faisal kepada Xinhua.
![](https://www.wartabuana.com/wp-content/uploads/2022/01/view-BRfjFo.jpeg)
Pulau Sumatra merupakan satu-satunya rumah bagi spesies harimau Sumatra yang terancam punah, dengan kurang dari 400 ekor masih bertahan hidup di habitat yang menyusut dengan cepat.
Deforestasi yang merajalela menggiring baik harimau maupun pemburu liar ke wilayah yang semakin hari semakin sempit. Perburuan liar terjadi bahkan di hutan-hutan yang paling terlindungi, karena pemburu kerap mencari untung besar dari bagian-bagian tubuh harimau yang diperjualbelikan di pasar gelap. Menciptakan semacam keseimbangan antara harimau dan manusia yang semakin melanggar batas adalah prioritas utama Faisal dan Harimau Kita.
Forum konservasi harimau tersebut beranggotakan lebih dari 100 orang, termasuk kalangan profesional dan akademisi, serta didukung oleh sekitar 300 sukarelawan yang hampir semuanya berada di Sumatra. Para sukarelawan melakukan survei dan pemantauan terhadap populasi harimau. Sebagian besar anggota juga memiliki pekerjaan di luar forum.
“Pekerjaan para sukarelawan sangat menantang. Kami beroperasi hampir seluruhnya di benteng pertahanan terakhir harimau, yakni hutan dataran tinggi yang sulit diakses. Daerah-daerah itu bukanlah tempat ideal bagi manusia,” kata Faisal.
Ancaman terbesar bagi para sukarelawan tak lain adalah harimau itu sendiri. Forum tersebut bekerja sama dengan para penduduk setempat yang tinggal dekat dengan harimau untuk belajar menghindari konflik dengan harimau dan hewan lainnya.
![](https://www.wartabuana.com/wp-content/uploads/2022/01/view-4JRujf.jpeg)
Ardi Andono, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumatra, meyakini bahwa manusia harus mampu hidup berdampingan dengan harimau, mengingat habitat mereka telah ditelan oleh permukiman, pertambangan, dan perkebunan kelapa sawit. Sumatra tercatat kehilangan 1,8 persen hutannya setiap tahun.
“Harimau menghindari manusia kapan pun mereka bisa. Mereka tidak suka konflik, tetapi mereka kehilangan rumah dan harus makan. Kami perlu warga setempat menemukan cara untuk dapat hidup berdampingan dengan harimau,” tutur Faisal. [Xinhua]