PBB – Aktivitas seismik mengalami penurunan pascaletusan gunung berapi pada 22 Mei lalu di Republik Demokratik (RD) Kongo, tetapi warga yang mengungsi di daerah Sake menghadapi kemungkinan wabah kolera, kata badan kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Selasa (1/6).
Pihak berwenang setempat melaporkan lebih dari 232.000 pengungsi di Sake, Rutshuru, Lubero, Minova dan Bukavu di Kivu Utara dan Kivu Selatan, kata Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan (Office for the Coordination of Humanitarian Affairs/OCHA) PBB.
Terdapat 35 kasus dugaan kolera di Zona Kesehatan Kirotshe, Sake, kata OCHA. Sejak Sabtu (29/5), tercatat ada 18 dugaan kasus baru.
“Mengingat pergerakan orang antara Sake dan Goma, organisasi kemanusiaan bergerak untuk mencegah wabah kolera dengan mendirikan titik-titik air dan klorinasi,” kata kantor kemanusiaan itu.
Khawatir terjadi letusan susulan, ribuan orang mengungsi dari kota utama Goma, di mana lava melanda beberapa permukiman, dengan gempa terus berlanjut. Namun, dengan aktivitas seismik yang semakin menurun, banyak warga yang mulai kembali ke Goma.
Pada Jumat (28/5), Koordinator Bantuan Darurat Mark Lowcock mengalokasikan 1,2 juta dolar AS (1 dolar AS = Rp14.292) dari Dana Tanggap Darurat Pusat (Central Emergency Response Fund/CERF) PBB pascaletusan itu dan akan disalurkan bagi para pengungsi letusan tersebut.
Dana CERF akan mendukung Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Dana Anak-Anak PBB guna memastikan akses ke air minum dan meredam risiko wabah penyakit menular, termasuk penyebaran kolera lebih lanjut.
Respons bantuan umum di RD Kongo timur meliputi bantuan makanan, air dan sanitasi, kesehatan dan perlindungan, termasuk reunifikasi keluarga dan nutrisi, menurut OCHA.
Lebih dari 30 orang tewas akibat letusan Gunung Nyiragongo, kata OCHA. Meskipun ada penurunan aktivitas seismik, para ilmuwan memperingatkan adanya risiko letusan susulan. [Xinhua]