MADRID – Para peneliti Spanyol menemukan hubungan antara faktor epigenetik dengan tingkat keparahan COVID-19, menurut siaran pers yang dirilis oleh Institut Penelitian Leukemia Josep Carreras Spanyol pada Kamis (15/4).
Sebuah artikel yang menguraikan temuan tersebut diterbitkan pada Kamis di jurnal EBiomedicine, yang merupakan sister jurnal atau jurnal pendamping The Lancet untuk temuan laboratorium.
Para penulis mengungkapkan mereka menemukan alasan mengapa sebagian orang yang terinfeksi COVID-19 tidak menunjukkan gejala atau hanya menunjukkan gejala ringan, sementara yang lain berakhir di unit perawatan intensif (ICU) atau bahkan kehilangan nyawa akibat penyakit tersebut.
“Selama ini diketahui bahwa usia lanjut dan keberadaan patologi lain (kardiovaskular, obesitas, diabetes, cacat kekebalan) dikaitkan dengan tingkat keparahan infeksi yang lebih besar, namun apa yang terjadi pada populasi lainnya yang juga harus dirawat di ICU meski tanpa faktor-faktor tersebut?” ujar Manel Esteller, Direktur Institut Penelitian Leukemia Josep Carreras, seperti dikutip dalam artikel tersebut.
Peneliti menganalisis materi genetik pada lebih dari 400 orang yang teruji positif COVID-19, tetapi bukan dari kelompok “berisiko tinggi”.
“Kami menemukan adanya variasi epigenetik, ‘tombol’ kimiawi yang mengatur aktivitas DNA, pada individu yang positif terjangkit virus corona dan mengembangkan gejala COVID-19 yang parah,” kata Esteller.
“Modifikasi ini terjadi terutama pada gen yang dikaitkan dengan respons inflamasi berlebih dan pada gen yang mencerminkan keadaan kesehatan yang buruk secara keseluruhan,” jelasnya, menambahkan bahwa “13 persen populasi dunia menunjukkan tanda epigenetik ini (EPICOVID), dan oleh karena itu, merekalah kelompok dengan risiko maksimum yang harus kita jaga secara khusus.”
Studi ini dipimpin oleh Esteller dan Aurora Pujol, seorang ahli genetika di Konsorsium Penelitian Jaringan Penyakit Langka dan kepala Kelompok Penyakit Neurometabolik dari Institut Penelitian Biomedis Bellvitge. [Xinhua]