Mahasiswa Indonesia yang menempuh pendidikan di China dari berbagai universitas berpartisipasi dalam acara bertajuk “Gema Bandung: Dialog Ramah antara Pemuda China dan Indonesia”. (Foto diberikan oleh responden)
BEIJING, 28 Maret (Xinhua) — Dalam memperingati 70 tahun Konferensi Bandung dan 75 tahun hubungan diplomatik China-Indonesia, Pusat Inovasi Transportasi Berkelanjutan Universitas Jiaotong Beijing dan Sekolah Pendidikan Internasional Universitas Jiaotong Beijing secara bersama-sama pada Kamis (27/3) meluncurkan acara bertema “Gema Bandung: Dialog Ramah antara Pemuda China dan Indonesia”.
Sembilan mahasiswa Indonesia yang menempuh pendidikan di China dari berbagai universitas menafsirkan Semangat Bandung sebagai “Persatuan, Persahabatan, Kerja Sama” dari sudut pandang generasi baru. Di tengah gemuruh kereta cepat dan logistik cerdas, mereka secara kolektif melukiskan visi era baru pembangunan komunitas dengan masa depan bersama bagi umat manusia di Asia.
Integrasi budaya tidak sekadar lapisan simbolik yang sederhana, tetapi juga benturan alami dari perayaan, seperti Festival Imlek dan tarian Dayak. Marvell Millensza, mahasiswa Institut Teknologi Beijing sekaligus presiden Perhimpunan Mahasiswa Indonesia China di Beijing, menyatakan bahwa di era baru ini, kerja sama harmonis antara China dan Indonesia tidak bisa hanya bergantung pada inisiatif pemerintah, tetapi juga harus melibatkan partisipasi aktif dari rakyat kedua negara.
Pada 1955, Konferensi Asia Afrika diselenggarakan dengan sukses di Bandung. “Ini adalah pencapaian penting di tengah konteks pada waktu itu, dan sebagai orang Indonesia, saya sangat bangga,” ujar Jessica, mahasiswa yang mendalami diplomasi di Universitas Renmin China. Sebagai Generasi Z, dia menekankan pentingnya mengingat sejarah dan dengan semangat mempromosikan nilai-nilai Bandung.
Jessica menyatakan bahwa semakin dalam hubungan antara China dan Indonesia, keterampilan berbahasa Mandarin telah membuka peluang baru untuk pengembangan kariernya. “Saat mencari informasi pekerjaan, saya melihat banyak lowongan di Indonesia kini mencantumkan ‘kemahiran berbahasa Mandarin’ sebagai syarat tambahan,” jelasnya.
Dahulu, perusahaan-perusahaan Indonesia lebih banyak mencari karyawan dengan kemampuan bahasa Inggris, tetapi kini, bahasa Mandarin muncul sebagai keterampilan yang berharga, dalam beberapa kasus bahkan menjadi syarat yang tegas.
“Ini menunjukkan bahwa menguasai bahasa Mandarin telah beralih dari sekadar keunggulan menjadi komponen daya saing profesional. Saya berharap dapat memanfaatkan pengalaman dan keterampilan bahasa yang saya peroleh di China untuk menjembatani kerja sama antara Indonesia dan China di bidang ekonomi, budaya, dan pendidikan, sehingga berkontribusi pada pembangunan Indonesia,” imbuh Jessica.

Semangat Bandung tetap relevan, mempromosikan kesejahteraan dan pembangunan bersama, serta terwujud dalam infrastruktur yang saling terhubung di era digital. Wynne Florencia, mahasiswa manajemen logistik di Universitas Jiaotong Beijing, mengungkapkan bahwa kemajuan pesat China dan sistem logistiknya yang canggih menarik orang-orang untuk belajar di China. Dia bercita-cita untuk membawa kembali inovasi dalam logistik cerdas dan manajemen rantai pasokan ke Indonesia untuk mendukung kerja sama bilateral dalam bidang logistik, pertukaran perusahaan, dan pendidikan budaya.
“Industri logistik China sangat maju dengan sistem rantai pasokan yang komprehensif, sementara Indonesia, sebagai salah satu ekonomi terbesar di Asia Tenggara, terus mengembangkan infrastruktur logistiknya. Saya berharap dapat menerapkan pengetahuan manajemen logistik yang saya peroleh di China untuk mengoptimalkan sistem logistik Indonesia dan mempromosikan kerja sama di berbagai bidang, seperti perdagangan elektronik (e-commerce) lintas batas, perdagangan maritim, dan manajemen rantai pasokan,” ungkap Wynne.
Tujuh puluh tahun lalu, Perdana Menteri China Zhou Enlai menanamkan benih-benih “Persatuan, Persahabatan, Kerja Sama” di Bandung. Tujuh puluh tahun kemudian, generasi muda China dan Indonesia menafsirkan makna kontemporer dari Semangat Bandung dengan cara yang beragam, bercita-cita untuk memetik lebih banyak buah teknologi dari kolaborasi mereka. Sebagaimana dikatakan oleh Marvell, “Gema sejati dari Bandung tidak terdapat dalam pameran museum, tetapi dalam bab-bab masa depan yang kita tulis bersama.” Selesai