Para pengungsi dari Lebanon melintasi sebuah jalan yang rusak akibat serangan udara Israel di dekat Perlintasan Perbatasan Masnaa, Lebanon, pada 4 Oktober 2024. (Xinhua/Taher Abu Hamdan)
Oleh Hummam Sheikh Ali
RABLAH, Suriah, 6 Oktober (Xinhua) — Di sebuah biara di Kota Rablah yang tenang, yang berlokasi di wilayah pedesaan Provinsi Homs, Suriah, para pengungsi Lebanon yang telantar akibat eskalasi operasi militer Israel terhadap Hizbullah untuk sementara waktu dapat berlindung dari ledakan-ledakan dahsyat pada siang dan malam hari.
Huda Arman yang berusia 40-an tahun melarikan diri dari Lebanon bersama dua anaknya, meninggalkan suaminya. Saat berbicara kepada Xinhua di biara tersebut, perempuan itu mengatakan mereka tinggal di rumah mereka selama mungkin di tengah gencarnya serangan, tetapi akhirnya menyerah pada ketakutan yang terus menghantui mereka.
“Kami sudah berada di sini selama hampir sepekan,” ujarnya. “Negara asal kami sudah tidak aman lagi, terutama bagi anak-anak.”
“Saya harap kami bisa segera kembali ke desa kami. Ke mana pun Anda pergi, tidak ada tempat yang seperti rumah sendiri. Kami merasa nyaman di sini, pelayanannya sangat baik … tetapi saya merindukan Lebanon.” tuturnya sembari duduk di salah satu ruangan kecil di biara itu.
Biara tersebut, yang kini dialihfungsikan menjadi sebuah tempat penampungan, menawarkan akomodasi yang sederhana. Keluarga-keluarga yang mengungsi tidur di atas kasur yang diletakkan di lantai, dan organisasi setempat mengadakan kegiatan bagi anak-anak untuk mengalihkan perhatian mereka dari trauma perang.
Mengungsi dari Kota Hermel bersama orang tua dan dua saudara perempuannya, Khawla Al-Amr (17) bercerita kepada Xinhua bahwa mereka terpaksa meninggalkan rumah lantaran suara-suara mengerikan dari pengeboman yang terus dilancarkan.
“Kami harus pergi. Saya sangat mengkhawatirkan adik bungsu saya. Saya khawatir dia akan mengalami depresi akibat semua yang dilihat dan didengarnya,” katanya.
“Kami hanya ingin perang ini berakhir, agar kami bisa pulang ke kampung halaman dengan selamat,” ratap Al-Amr, sementara adik-adik perempuannya duduk di sampingnya sambil menggenggam mainan pemberian para sukarelawan.
Biara itu merupakan satu dari sejumlah tempat penampungan di Rablah, yang terletak hanya beberapa kilometer dari perbatasan Lebanon.
Menurut Zakaria Fayyad, kepala dewan lokal di Rablah, dari keluarga-keluarga Lebanon yang berlindung di kota tersebut, 213 di antaranya ditampung di rumah-rumah warga setempat, sementara 52 keluarga lainnya ditampung di sejumlah biara yang telah dialihfungsikan menjadi tempat penampungan. Secara keseluruhan, kota itu menampung sekitar 1.170 orang.
Lebih dari 100.000 orang telah mengungsi dari Lebanon ke Suriah, sementara lebih dari 200.000 orang mengungsi dari Lebanon selatan akibat perintah evakuasi yang dikeluarkan oleh militer Israel, kata Stephane Dujarric, juru bicara utama untuk Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres, pada Selasa (1/10).
Jumlah pengungsi diperkirakan akan terus bertambah seiring serangan Israel terhadap Hizbullah tidak menunjukkan tanda-tanda mereda sejak pertengahan September.
Meskipun jumlah pengungsi terus bertambah, komunitas dan organisasi setempat berusaha semaksimal mungkin untuk membantu mereka yang mencari tempat aman. Namun, situasi masih belum pasti bagi banyak pengungsi, dan kembali ke kampung halaman adalah satu-satunya hal yang ada dalam pikiran mereka. [Xinhua]
Para pengungsi dari Lebanon melintasi sebuah jalan yang rusak akibat serangan udara Israel di dekat Perlintasan Perbatasan Masnaa, Lebanon, pada 4 Oktober 2024. (Xinhua/Taher Abu Hamdan)
Warga Lebanon berlindung di sebuah biara di Provinsi Homs, Suriah tengah, pada 2 Oktober 2024. (Xinhua/Monsef Memari)
Warga Lebanon berlindung di sebuah biara di Provinsi Homs, Suriah tengah, pada 2 Oktober 2024. (Xinhua/Monsef Memari)