WASHINGTON – Amerika Serikat (AS) pada Kamis (5/8) mendesak pemerintah baru Iran di bawah Presiden Ebrahim Raisi untuk kembali ke meja perundingan guna memulihkan kesepakatan nuklir 2015, seraya menegaskan kembali bahwa peluang diplomatik ini tidak akan bertahan selamanya.
Raisi, yang terpilih sebagai presiden baru Iran pada 18 Juni, secara resmi menjabat menyusul dekret dari pemimpin tertinggi Iran pada Selasa (3/8) dan upacara pengambilan sumpah di parlemen pada Kamis.
“Pesan kami kepada Presiden Raisi sama dengan pesan kami kepada para pendahulunya… AS akan mempertahankan dan memajukan kepentingan keamanan nasional kami begitu juga kepentingan mitra-mitra kami. Kami berharap Iran memanfaatkan kesempatan saat ini untuk memajukan solusi diplomatik,” demikian disampaikan juru bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price kepada wartawan dalam konferensi pers harian. “Kami telah menyatakan dengan sangat jelas bahwa kami siap kembali ke Wina guna melanjutkan negosiasi,” tambahnya. “Kami mendesak Iran segera kembali ke meja perundingan sehingga kami dapat berusaha menyelesaikan pekerjaan kami.”
Setelah enam putaran pembicaraan tidak langsung di ibu kota Austria, Wina, sejak April, Washington dan Teheran masih berseberangan mengenai bagaimana menghidupkan kembali kesepakatan nuklir, yang secara resmi dikenal sebagai Rencana Aksi Komprehensif Bersama (Joint Comprehensive Plan of Action/JCPOA). “Proses ini tidak bisa berlangsung tanpa batas waktu,” ujar Price. “Kesempatan untuk mencapai sebuah timbal balik dalam mematuhi JCPOA tidak akan bertahan selamanya.”
Dalam upacara pengambilan sumpahnya pada Kamis, Raisi menepis kekhawatiran tentang program nuklir negara itu, dengan menyebut program tersebut untuk tujuan “damai”. Dia mengatakan Iran mendukung dan menyambut baik setiap proposal diplomatik untuk pencabutan sanksi.
Presiden baru Iran itu juga menolak kebijakan tekanan dan sanksi, seraya mengatakan bahwa tekanan anti-Iran tidak akan menyebabkan rakyat Iran melepaskan hak-hak sah mereka.
Pemerintah AS menarik diri dari JCPOA pada Mei 2018 dan secara sepihak memberlakukan kembali sanksi terhadap Iran. Merespons hal tersebut, Iran secara bertahap menangguhkan sebagian dari komitmennya terkait JCPOA mulai Mei 2019. [Xinhua]