JAKARTA, 24 Februari (Xinhua) — Dhanti (21) cukup sering menyaksikan pertunjukan alat musik gambang kromong selama tinggal di Jakarta, namun dia mengaku baru mengetahui jika orkes tradisional khas Betawi itu punya pengaruh kuat dari budaya masyarakat Tionghoa usai berkeliling di Pameran Kongsi di Museum Nasional Indonesia, Jakarta.
“Semua benda yang dipamerkan di sini sangat menarik, tapi gambang kromong ini jadi salah satu yang benar-benar memberi saya pengetahuan baru soal akulturasi budaya Tionghoa dengan masyarakat Betawi selain kebaya encim,” ujarnya, sembari sesekali memotret suasana pameran, pada Sabtu (22/2).
Alat musik Sukong dan Tehyan yang digunakan dalam orkes gambang kromong sangat kental dipengaruhi oleh budaya Tionghoa, dan pertunjukan ini sudah populer di kalangan masyarakat Betawi sejak akhir abad ke-19.
Namun, gambang kromong hanya satu dari puluhan benda peninggalan yang dipajang dalam Pameran Kongsi. Beberapa di antaranya berusia ratusan bahkan ribuan tahun lebih tua, seperti temuan uang logam berbentuk pisau yang diperkirakan berusia ribuan tahun, hingga peninggalan gerabah dari lintas dinasti, dari Dinasti Tang hingga Dinasti Qing.
Jenis benda yang ditampilkan sangat beragam, mencakup peralatan sehari-hari seperti peralatan makan atau pakaian, arsitektur, pertunjukan seni, permainan tradisional, hingga arca peninggalan Kerajaan Majapahit abad ke-14 dan 15 yang menggambarkan sosok bangsawan asal China.
Dhanti mengungkapkan pameran Kongsi ini masih sangat relevan bagi anak muda seperti dirinya karena benda-benda yang dipamerkan bukan hanya yang berusia tua namun juga beberapa karya seni baru.

“Bagi generasi muda, pameran seperti ini sangat membantu kami untuk mengetahui bahwa akar dari budaya kita pun sudah mendapat banyak pengaruh dari budaya masyarakat Tionghoa sejak lama dan masih berlangsung sampai sekarang,” ungkapnya.
Hal senada disampaikan Hanifah (59), yang datang ke pameran tersebut bersama dua cucunya yang masih berusia sekitar delapan tahun. Dia ingin cucunya bisa belajar banyak tentang sejarah, salah satunya hubungan dengan masyarakat Tionghoa dari masa lampau.
“Bukan hanya cucu saya yang belajar, saya pun baru mengetahui dari pameran ini bahwa ternyata beberapa seniman di Bali ada yang mendapat pengaruh dari budaya Tionghoa,” ujarnya.
Setelah dibuka 11 Februari lalu, pameran itu akan berlangsung hingga Mei 2025.
Pameran tersebut terdiri dari tiga bagian, yakni bagian yang menampilkan interaksi awal kedatangan masyarakat Tionghoa, bagian yang menunjukkan peran komunitas keturunan Tionghoa di masa kemerdekaan Indonesia, serta bagian yang menampilkan berbagai aspek akulturasi budaya dari busana, arsitektur, kuliner, bahasa, seni, hingga kepercayaan.
Menteri Kebudayaan Republik Indonesia Fadli Zon menyebut kedatangan masyarakat Tionghoa lewat perdagangan dan pemuka agama ke nusantara telah berkontribusi besar dalam memperkaya khazanah budaya Indonesia.
“Pameran Kongsi ini juga menjadi media pemersatu bangsa Indonesia menuju Indonesia yang damai,” ujarnya saat membuka pameran pada 11 Februari lalu. Selesai