SYDNEY – Sebuah studi internasional yang melibatkan tim peneliti Australia menemukan penyebab tak terduga yang menambah kerusakan iklim global yang terus meningkat, yaitu babi liar.
Ilmuwan lingkungan Dr Christopher O’Bryan dari Universitas Queensland mengatakan babi liar melepaskan sejumlah besar karbon dioksida (CO2) saat hewan itu dengan penuh semangat mengais tanah untuk mencari makanan.
O’Bryan dan timnya memperkirakan akumulasi aktivitas babi liar setara dengan sekitar 4,9 juta metrik ton CO2 setiap tahun, yang setara dengan gas buang dari 1,1 juta mobil.
Temuan mereka, yang diterbitkan dalam jurnal Global Change Biology pada pekan ini, didasarkan pada data yang menggunakan model populasi prediktif babi liar dan teknik pemetaan canggih untuk menunjukkan dengan tepat kerusakan iklim yang ditimbulkan hewan tersebut saat mereka mencari makan di area dengan luas sekitar 124.000 km persegi di lima benua.
“Ini merupakan jumlah area yang sangat besar, yang tidak hanya memengaruhi kesehatan tanah dan emisi karbon, tetapi juga mengancam keanekaragaman hayati dan ketahanan pangan yang sangat penting bagi pembangunan berkelanjutan,” ujar O’Bryan.
“Babi liar layaknya traktor yang membajak ladang, menggali tanah untuk mencari makanan. Karena tanah mengandung hampir tiga kali lebih banyak karbon daripada di atmosfer, bahkan sebagian kecil karbon yang dikeluarkan dari tanah berpotensi mempercepat perubahan iklim.”
O’Bryan pada Kamis (22/7) mengatakan kepada Xinhua bahwa ada sekitar 3 juta babi liar di seluruh lahan basah dan sistem sungai Australia, paling banyak tercatat di Queensland.
“Babi liar ini masuk ke Australia dan permukiman Eropa. Mereka tidak memiliki ceruk alami di ekosistem negara ini,” katanya.
Rekan peneliti Nicholas Patton dari Universitas Canterbury Selandia Baru mengatakan, “Pengendalian babi liar pasti akan membutuhkan kerja sama dan kolaborasi di berbagai yurisdiksi, dan pekerjaan kami hanyalah satu bagian dari teka-teki ini, yang membantu para pengelola lebih memahami dampaknya.”
“Lebih banyak upaya perlu dilakukan. Tetapi untuk sementara, kita harus terus melindungi serta memantau ekosistem dan tanah yang rentan terhadap spesies invasif melalui lepasnya karbon.” [Xinhua]